THE POWER (MIRACLE) OF GIVING
Di salah satu stasion TV swasta ada suatu acara dakwah Islami yang dibawakan dengan begitu ringan tapi cukup mengena, yang dibawakan oleh seorang da'i muda dengan judul acara chating bersama YM.
Sosok YM yang pada beberapa tahun ini belakangan ini cukup cemerlang dengan ceramahnya seputar isu berani memberi untuk mendapatkan berkat.
Dengan cukup berani sang uztad muda ini memparaktekkan prinsip-prinsip memberi, yang bahkan saya pernah mendengar bahwa dia 'meniru' dari orang nasrani soal semangat perpuluhan yang menjadi suatu contoh/praktek memberi bagi orang Kristen
Point saya bukan untuk membahas topik perpuluhan, tetapi mengkritisi bahwa ajaran untuk memberi memang menjadi sesuaitu nilai yang tidak terpisahkan dalam hidup iman Kristen. Memberi bukan melulu karena kita berlebih, tetapi dalam beberapa kasus ekstrim Alkitab memberikan contoh bahwa memberi (persembahan) dari janda miskin yang mempersembahkan seluruh nafkah hidupnya pada hari itu ke bait Allah atau janda miskin di kota Sarfat yang memberikan nafkah terakhirnya kepada nabi Elia.
Saya mengkritisi apakah benar nilai-nilai memberi yang diajarkan uztad muda itu sama dengan yang prinsip memberi yang seharusnya dimiliki orang Kristen ?
Sebelum mengadakan komparasi lebih jauh, saya mencoba memahami konsep memberi yang diajarkan uztad muda itu sbb :
Dia mencontohkan dalam sebuah acara di TVRI beberapa waktu lalu dan menantang (volunteer) seseorang untuk mau memberikan zakat. Orang yang didaulat maju tsb memiliki uang di dompetnya sebesar Rp 1,2 juta. Lalu ketika ditanta berapa uang yang mau dia zakatkan ?
Sang volunteer itu mengikhlaskan Rp 20.000,- dan sisanya Rp 1.160.000,- dimasukkan kembali ke dompetnya. Tetapi sang uztad menantang, ...'lho mau dapat berkat sedikit atau banyak ?'
'mau dapat ganti dari Allah Rp 200.000,- atau Rp 11.160.000,-?'.
Akhirnya karena tertantang 'untuk mendapatkan rezeki' lebih besar, ia merelakan investasi Rp 1.160.000,- untuk zakat di jalan Allah, menurut uztad muda tsb.
Sang volunteer itu mengikhlaskan Rp 20.000,- dan sisanya Rp 1.160.000,- dimasukkan kembali ke dompetnya. Tetapi sang uztad menantang, ...'lho mau dapat berkat sedikit atau banyak ?'
'mau dapat ganti dari Allah Rp 200.000,- atau Rp 11.160.000,-?'.
Akhirnya karena tertantang 'untuk mendapatkan rezeki' lebih besar, ia merelakan investasi Rp 1.160.000,- untuk zakat di jalan Allah, menurut uztad muda tsb.
Patut dihargai semangat memberi seperti yang diajarkan iman seberang tsb, tetapi marilah kita teliti lebih jauh tentang arti memberi sebetulnya.
- Pemberian atau persembahan semestinya dilandasi atas motivasi yang benar di hadapan Tuhan
- Persembahan diberikan dengan cara-cara yang benar
- Persembahan diberikan melampaui pertimbangan manusia
Motivasi memberi bukanlah semacam investasi untuk memperoleh 'gain' lebih. Kalau hal ini yang dijadikan dasar, maka kita akan terjebak dengan bisnis pelipatgandaan uang yang tidak benar. Iming-iming mendapat bunga besar atas investasi yang tidak jelas sudah menjadi penyakit masyarakat belakangan ini.
Apakah sebagai orang Kristen kita akan terjebak dengan semangat memberi yang dikamuflase dengan nilai-nilai yang salah ?
Apakah sebagai orang Kristen kita akan terjebak dengan semangat memberi yang dikamuflase dengan nilai-nilai yang salah ?
Motivasi kita dalam memberi adalah sebagai ucapan syukur atas pemberian tak ternilai yang Tuhan sudah lakukan di atas kayu salib untuk kita manusia berdosa. Ini bukan berarti kita membayar jasa Tuhan Yesus yang tak terbayarkan itu, tetapi sekali lagi bahwa ini adalah ungkapan bahwa kita menyadari apapun yang kita punya saat ini, entah kedudukan, kesehatan, keuangan yang baik...itu semua adalah milik dan pemberian Tuhan semata untuk hidup kita yang telah ditebus ini.
Ayat Alkitab yang mengemukakan 'Berilah maka kamu akan diberi' (Lukas 6:38), janganlah ditafsirkan bahwa motivasi memberi adalah supaya kita mendapatkan 'return' dari investasi, sebab sekalipun memang Tuhan akan memberi sebagai bukti kasih dan karunia pemeliharaan Allah atas hidup anak-anakNya, tetapi wujud pemberian di sini tidak harus melulu merupakan berkat jasmani, karena dalam aspek menyeluruh yang lebih dalam ternyata penderitaan adalah juga dapat merupakan karunia Allah (I Petrus 2: 19)
Semangat memberi haruslah menjadi bukti bahwa hidup orang Kristen adalah murni anugerah dan pemberian Tuhan, sehingga sudah selayaknyalah bila hidup Kristen diwarnai dengan kasih kepada sesama.
Kasih untuk memberi dengan tanpa syarat, tanpa menuntut balas, tulus ikhlas dan tidak berdasar kemampuan manusiawi semata.
Hukum Ekonomi memang menyatakan bahwa kita akan mendapatkan keuntungan lebih banyak, bila kita melakukan efisiensi dengan menekan pengeluaran (menahan untuk memberi) tidak selalu terwujud dalam kehidupan. Kehidupan di dunia ini tidak selalu berjalan menuruti hukum alam. Ada hal-hal yang bisa terjadi dalam kehidupan manusia yang tidak selalu bisa dimengerti dengan akal manusia. Kita harus menyadari bahwa Allah bisa melakukan intervensi (campur tangan) terhadap apa yang terjadi di dunia ini, sehingga orang yang memiliki kepedulian tinggi bisa mendapat berkat dan orang yang mementingkan diri sendiri justru mengalami kekurangan. Inilah yang dimaksudkan bahwa persembahan yang diberikan melampaui pertimbangan manusia.
The power (miracle) of giving memang benar, tetapi harus dilakukan dengan motivasi, cara (metode) dan mutu (kwalitas) yang benar di mata Allah untuk sesama manusia.
Amsal 11 : 24 Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa , namun selalu berkekurangan.
Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar