Selasa, 06 November 2012

It is well with my soul
It is well with my soul

Itulah refrain dari sebuah lagu yang sangat terkenal di abad sebelum abad 20, sebuah abad yang menjadi kebangkitan pengkhotbah-pengkhotbah besar sekaliber D.L. Moody.
Adalah Spafford  seorang muda yang sangat pandai, pengacara sukses dan juga seorang pebisnis, investor yang pada suatu kesempatan meinvestasikan hampir seluruh uangnya ke dalam bisnis property di Michigan, Amerika Serikat.
Apa mau dikata, kebakaran besar yang terjadi di pinggiran danau Michigan mengakibatkan habisnya seluruh investasi bisnisnya tersebut. 
Dalam keadaan kegundahan dengan perasaan hampir putus asa, Mr. Spafford memutuskan untuk menghibur keluarganya (istri dan ke 2 anak putrinya) dengan berencana berwisata ke Inggris, sekaligus menghadiri khotbah dari pengkhotbah terkenal D.L. Moody yang saat itu sedang mengadakan KKR.
Karena ada kesibukan pekerjaan yang masih harus diselesaikannya, Spafford meminta istri dan kedua putrinya yang masih kecil itu untuk berangkat lebih dulu dengan menumpang kapal laut sebagai kendaraan yang lazim pada masa itu. Rencananya setelah urusannya selesai Spafford akan menyusul keluarganya ke Inggris.
Tanpa diduga sebelumnya kapal yang ditumpangi istri dan kedua putrinya itu mengalami karam besar, sehingga dikabarkan hanya istrinya yang selamat.
Dengan perasaan hancur dan kesedihan yang luar biasa Mr. Spafford dan istrinya melintasi tempat kejadian karam kapal tersebut dan dari peristiwa tragis ini lahirlah lagu 'It is well with my soul'.
Lagu yang lirik-liriknya tidak satupun menyesalkan kejadian pahit yang dialaminya, tetapi mengekspresikan jiwa yang nyaman dalam menghadapi musibah seberat itu. Karya Spafford menunjukan kedewasaaan iman Kristiani dalam menghadapi gelombang hidup yang begitu berat.

Setelah kejadian itu tidak lama kemudian putra terakhir Spafford juga meninggal dunia karena sakit demam yang berkepanjangan. Merasa begitu miris dan tidak habis pikir dengan penderitaan yang dihadapi oleh keluarga Spafford,  gereja tempat Spafford berbakti mempunyai pandangan yang keliru. Spafford dianggap mendapatkan kutuk, sehingga harus dijauhi dari persekutuan dengan jemaat di gereja tersebut. Tidak tahan dengan perlakuan itu, Spafford dan istrinya mengungsi jauh dan meninggalkan gereja tempat ia berbakti ke suatu daerah yang terpencil. Dalam masa tuanya Spafford diberitakan terganggu jiwanya, sehingga meninggal dunia dalam keadaan yang tidak bahagia.

Suatu kejadian nyata yang membuat kita sekali lagi berpikir dan merenung dengan penderitaan orang Kristen. Mengapa orang Kristen bisa dan diijinkan Tuhan menderita begitu rupa ? Apakah Tuhan tidak mengasihi orang yang telah ditebusNya untuk menjadi anakNya ? Apa makna semua ini ?

Merenungkan tentang makna penderitaan bagi orang Kristen, kita teringat dengan kisah Ayub yang tertulis dalam kitab Ayub. Hampir semua Teolog sepakat bahwa tujuan Kitab Ayub adalah memberikan penjelasan tentang keadilan Allah bagi orang benar. Penderitaan yang dialami oleh Ayub merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami menurut konteks keagamaan pada waktu itu dan berlaku juga pada waktu sekarang. Konsep tradisional mengajarkan bahwa ketaatan akan membawa berkat (Ayub 1:1-3), sedangkan ketidaktaatan menghasilkan kutukan. Pada saat sekarang di mana gereja-gereja pada umumnya mengajarkan Teologi Sukses, yaitu semua orang Kristen pasti sukses, banyak uang, sehat selalu dll. Pada kenyataannya tidaklah demikian, karena di sana sini masih ditemui orang Kristen yang walaupun sudah hidup begitu taat kepada Tuhan, tetapi tetap saja mengalami banyak kesusahan.

Kitab Ayub mengajarkan teologi retribusi yang komprehensif. Allah akan memberkati orang yang taat dan menghukum orang yang tidak taat (bdk. Ul 28:1-68; 30:11-20). Keputusan ini bukanlah tindakan yang salah sebagaimana dibuktikan melalui kehidupan Ayub. Pada dirinya sendiri cara kerja ilahi ini tidak mengandung kesalahan apapun.

Bagaimanapun, kitab Ayub tidak sekedar mengakarkan konsep retribusi yang mekanis. Kadang kala antara teori dan kenyataan terlihat tidak harmonis, namum kedaan ini justru dipakai Allah untuk mengajarkan beberapa hal yang indah tentang teologi retribusi yang sebenarnya :

  1. Berkat Allah tidak boleh dijadikan sebagai motivasi ketaatan. Berkat adalah respon ilahi terhadap ketaatan dan tidak pernah sebagai tujuan dari ketaatan itu sendiri. Ayub tetap saleh sekalipun ia tidak mendapatkan "berkat" Tuhan secara fisik (band Mzm 73).
  2. Retribusi merefleksikan sifat Allah yang berkenan pada kesuksesan orang benar dan menjamin hukuman bagi orang fasik. Konsep ini tidak boleh dipakai untuk menuntut sesuatu dari Allah atau menilai status rohani seseorang di hadapan Allah. Teman-teman Ayub telah melakukan kesalahan yang  terakhir ini : mereka menilai kehidupan rohani Ayub dari keadaan fisik yang ia alami.
  3. Keadaan yang terlihat tidak sesuai dengan konsep retribusi merupakan media yang Allah pakai untuk mengajarkan apa artinya bersandar pada kedaulatan dan hikmat Allah yang sempurna sekalipun kita tidak bisa memahami semua yang sedang terjadi (Ayub 42:3b, 6). Apa yang Allah lakukan dalam hidup kita pasti dilakukanNya dalam kedaulatan dan pengetahuanNya (42:2-3)
Marilah kita menjadi orang Kristen yang tahan menderita bila penderitaan itu memang diijinkan Allah terjadi dalam hidup kita sesuai kedaulatan dan kontrol serta pengetahuanNya.  Kitab Ayub memberikan alasan lain di balik sebuah penderitaan, yaitu kemuliaan Allah. Allah memakai penderitaan untuk menyatakan kemuliaanNya. Teologi kitab Ayub pada akhirnya mengajarkan kemenangan Allah atas 'taruhan' dengan iblis perihal ketaatan Ayub. Puji Tuhan sekali lagi terbukti bahwa Allah tidak pernah gagal membela kebenaran diri dan umatNya.

Amin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar