Kamis, 30 Agustus 2018

MENGAPA NAMA ALLAH TIDAK DISEBUTKAN DALAM KITAB ESTER
Tinjauan Historis
Alkitab memberitahu kita bahwa Allah menghendaki nama-Nya dikenal, disebut, dipanggil, disembah dan dimuliakan.
Tertulis dalam kitab Kejadian 4:26, “Lahirlah seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinaminya Enos. Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN”.
Memanggil nama TUHAN, berarti mengaku diri sebagai anak-anak-Nya, bagian dari-Nya, menyadari kedekatan hubungan dengan-Nya serta beribadah kepada-Nya.
Alkitab juga memberi tahu kita bahwa Abraham, Ishak, dan Yakub adalah para penyembah Allah.
Allah memisahkan Abraham dari para penyembah berhala
? ?Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu… Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya…” (Kejadian 12:1 dan 4).
Allah memisahkan Abraham dari para penyembah berhala. Allah memilih Abraham untuk menjadi penyembah-Nya dan menetapkannya menjadi pokok dari bangsa-bangsa yang beribadah kepada-Nya. Dan Abraham menaati-Nya dengan memanggil nama-Nya dan beribadah kepada-Nya.
Allah meneruskan rancangan-Nya dengan memilih Ishak, bukan Ismael. Dan dari anak-anak Ishak, Ia memilih Yakub daripada Esau. Dan Yakub kemudian melahirkan bangsa Israel.
Yakub memiliki pengalaman yang indah hidup bersama Allah yang disembahnya. Di masa tuanya ia bersaksi tentang Allah yang disembah oleh Abraham dan Ishak, nenek dan ayahnya, yang juga ia sembah sebagai gembala, Pemelihara dan Pelindungnya (Kejadian 48:15-16).
Allah memisahkan Israel dari Mesir
Dimulai dari Yusuf yang dijual ke Mesir, dilanjutkan dengan keluarga Yakub yang berjumlah 70 orang yang meninggalkan Kanaan pada masa kelaparan, kini bangsa Israel berjumlah jutaan orang yang menetap di negeri ini dan menderita sebagai budak.
Keberadaan dan kehidupan bangsa Israel di Mesir bertentangan dengan rencana Allah yang memilih bangsa ini menjadi umat yang menyembah-Nya. Maka, Allah melepaskan bangsa itu dari perbudakan (Kel. 3:7-10).
Allah memisahkan Israel, umat-Nya, dari bangsa Mesir yang duniawi. Ia membawa mereka ke suatu negeri perjanjian dengan tujuan utama agar mereka beribadah kepada-Nya (Kel.3:12).
Ungkapan “supaya mereka beribadah kepada TUHAN” berulangkali disebutkan dalam kitab Keluaran menunjukkan kemauan Allah yang keras untuk membebaskan bangsa pilihan-Nya dari situasi dan keadaan yang menghalangi mereka beribadah kepada-Nya.
Allah memisahkan Israel dari bangsa-bangsa di sekitarnya
Allah menghendaki mereka beribadah kepada-Nya dan hidup dalam kekudusan di tanah yang telah dijanjikan-Nya kepada Abraham, bapa mereka.
Peringatan keras ditujukan kepada Israel untuk beribadah kepada Allah saja dan bukan kepada allah lain (Ul. 7:1-4). Allah juga menghendaki umat pilihan-Nya hidup dalam kekudusan dengan tidak bergaul dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka.
Lalu mereka memasuki dan menduduki tanah yang dijanjikan dan beribadah kepada TUHAN. Tetapi setelah masa kepemimpinan Yosua, yakni pada zaman hakim-hakim, mereka berbuat apa yang jahat di mata Tuhan, yaitu dosa yang selalu mereka lakukan sejak di padang gurun (Hak. 2: 11-12).
Allah memisahkan Yehuda dari Israel
Kemudian Israel memasuki zaman kerajaan. Pada zaman ini orang Israel juga senantiasa melakukan apa yang jahat di mata TUHAN.
Pada zaman Raja Saul, Daud, dan Salomo Israel merupakan satu kerajaan. Tetapi setelah Salomo mati kerajaan Israel terpecah menjadi dua. Kerajaan Yehuda diperintah oleh Rehabeam yang menggantikan Salomo, sedangkan Kerajaan Israel diperintah Yerobeam yang diangkat oleh suku-suku Israel yang memberontak terhadap penindasan Rehabeam.
Semua raja Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dimulai dari Yerobeam yang membuat dua lembu emas dan memerintahkan umat Israel menyembah patung buatannya itu (1Raj. 12:28-30). Karena dosanya ini, Allah mengijinkan orang Israel diangkut ke pembuangan (2Raj.17:22-23).
Akan tetapi, Allah menyisakan Yehuda. Ia memisahkan Yehuda dari Israel.
Raj.17:18, “Sebab itu TUHAN sangat murka kepada Israel, dan menjauhkan mereka dari hadapan-Nya; tidak ada yang tinggal kecuali suku Yehuda saja”.
Setelah pembuangan Israel ke Asyur, kerajaan Yehuda masih bertahan selama beberapa waktu. Jika semua raja Israel dikatakan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, maka ada beberapa raja Yehuda yang dicatat Alkitab melakukan apa yang benar dimata TUHAN.
Namun akhirnya, Yehuda pun harus mengalami pembuangan. Mereka ditawan Raja Nebukadnezar dan dibuang ke Babel (2Raj.17:19-20). Jadi, habislah seluruh Israel setelah Yehuda dibuang ke Babel.
Allah memisahkan sebagian Yahudi dari pembuangan
Tetapi Yehuda tidak dibuang untuk selamanya. Karena, kemudian Allah memisahkan sebagian dari mereka untuk dituntun-Nya pulang ke Yerusalem dan beribadah kepada-Nya (lihat Ezra 1:1-5).
Beberapa kebenaran nyata dari ayat-ayat tersebut, adalah: (1) Allah menggerakkan hati Raja Koresh untuk memberi perintah agar orang Yehuda di pembuangan pulang ke Yerusalem (ayat 1-2), (2) Yang termasuk umat-Nya, yang disertai Allah, adalah yang berangkat pulang (ayat 3),(3) Hanya yang hatinya digerakkan Allah, yang berangkat pulang (ayat 5).
Jadi yang disebut umat Allah adalah yang hatinya digerakkan Allah, yang disertai-Nya, serta yang berangkat pulang untuk beribadah dengan mendirikan rumah TUHAN yang di Yerusalem.
Dari ayat-ayat tersebut dapat dilihat karya Allah yang memilih dan memisahkan umat-Nya, sebagian kecil orang Yehuda, dari orang-orang Yehuda di pembuangan yang tidak pulang.
Kisah selanjutnya dari umat Allah yang pulang ke Yerusalem tertulis dalam kitab Ezra dan kitab Nehemia. Mereka membangun Bait Allah dan beribadah kepada-Nya. Dalam kedua kitab tersebut diberitakan bahwa hukum-hukum Allah dibacakan, diajarkan dan ditegakkan. Juga pengakuan dosa dan doa pengampunan disampaikan. Tertulis pula bahwa mereka hidup sebagai umat pilihan Allah yang menyembah dan beribadah kepada-Nya seperti yang dikehendaki-Nya.
Lalu bagaimana kisah selanjutnya dari orang-orang Yehuda yang lebih besar jumlahnya, yang masih hidup di pembuangan? Ya, merekalah orang Yahudi yang kisahnya dicatat dalam kitab Ester. Golongan orang Yahudi ini tidak layak disebut sebagai umat Allah. Mereka tidak beribadah kepada Allah. Mereka tidak memanggil atau menyeru nama Allah. Maka pantas dikatakan, bahwa Allah tidak hadir bersama mereka. Allah menyembunyikan wajah-Nya terhadap mereka. Selaras dengan kenajisan dan durhaka mereka Kuperlakukan mereka dan Kusembunyikan wajah-Ku terhadap mereka (Yeh. 39:24).
Itulah alas an utama mengapa penulis kitab Ester, yang diilhami Roh Kudus, tidak menyebut nama Allah atau Tuhan dalam kitab yang ditulisnya itu.
Jika memahami Alkitab secara komprehensif, maka membaca kitab Ester akan menemukan dosa-dosa orangYahudi, yakni perbuatan-perbuatan yangtidak selayaknya dilakukan umat yang beribadah kepada Allah. Dosa-dosa itu dilakukan Mordekhai dan Ester, dan seluruh bangsa Yahudi, yang menegaskan alas an ketidakhadiran Allah di sana.
Pandangan umum yang memahami Ester sebagai seorang heroik, penyelamat bangsa, perlu dikoreksi dengan memperhatikan dosa-dosa yang dilakukannya. Pertama, ia terpilih menjadi permaisuri dengan mengikuti “kontes ratu kecantikan” melalui seleksi amoral. (Est. 1:14, Pada waktu petang ia masuk dan pada waktu pagi ia keluar…) Jelas, ini melanggar hukum “jangan berzinah”.
Lebih jauh, ia melanggar larangan perkawinan campuran. Ester rela diperisteri oleh Ahasyweros seorang raja kafir dan Mordekhai sebagai orangtua mengijinkannya atau bahkan mendorongnya. Larangan ini diamanatkan oleh Musa dalam Ul.7:3, Janganlah engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki. Dosa inilah yang diakui, dimintakan ampun dan dibereskan oleh bangsa Israel sepulang dari pebuangan (Ezr. 9-10). Neh. 10:30 juga mencatat komitmen mereka untuk mematuhi larangan tersebut.
Dan dosa yang sangat dibenci Tuhan adalah menyangkal Dia. Mordekhai dan Ester bersepakat melakukan dosa ini. Est.1:10, Ester tidak memberitahukan kebangsaan dan asal-usulnya karena dilarang oleh Mordekhai. Untuk memperoleh kedudukan sebagai orang istana mereka menyembunyikan jatidiri sebagai umat Allah. Bandingkan dengan Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka juga berada di pembuangan dan mengalami banyak tekanan, tetapi mereka memuliakan Allah dengan secara tegas menyatakan identitas mereka sebagai saksi Allah dengan tidak menajiskan diri dan tidak menyembah penguasa.
Lalu jika Allah tidak hadir di tengah-tengah orang Yahudi dalam kitab Ester, mengapa kitab ini ditulis? Tujuannya adalah untuk menjadi contoh buruk bagi orang-orang yang mengaku percaya Kristus, tetapi hidup dengan pikiran dan caranya sendiri, dan secara khusus menjadi cermin bagiorang Yahudi masa kini, yang tersebar di seluruh dunia, sebagai umat pilihan yang murtad dan menempuh jalannya sendiri dan menyerahkan hidupnya kepada kekuasaan dosa.
Sebab ada tertulis, “Aku murka karena kesalahan kelobaannya, Aku menghajar dia, menyembunyikan wajah-Ku dan murka, tetapi dengan murtad ia menempuh jalan yang dipilih hatinya” (Yes. 57:17).
? ?Tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu; sebab Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami” (Yes. 64:7).
Untuk selamanya Allah menghendaki nama-Nya dikenal dan disembah oleh umat-Nya. Pemisahan yang dilakukan Allah sejak zaman pemanggilan Abraham sampai pemanggilan sisa Yehuda dari pembuangan menolong kita untuk melihat alasan tidak disebutnya nama Allah dalam kitab Ester, yaitu karena Allah menyembunyikan wajah-Nya terhadap mereka.
Dengan mempelajari konteks historis yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan tema kitab Ester sebagai berikut: “Allah membiarkan umat pilihan-Nya mengambil jalan yang mereka anggap benar dan hidup dengan cara mereka sendiri.”

neraka

Sebuah statistik hasil Neraka dan Surgasurvey di Amerika menampilkan persentase dari responden yang menjawab pertanyaan “apakah neraka itu ada?” sebagai berikut: 52% orang dewasa yakin bahwa neraka ada; 27% berpikir mungkin neraka itu ada. Kemudian jawaban responden untuk pertanyaan “seperti apakah neraka itu?” 48% percaya bahwa neraka adalah tempat yang benar-benar ada di mana orang-orang menderita siksaan; 46% berkata bahwa neraka lebih merupakan eksistensi dalam keadaan dukacita ketimbang tempat yang benar-benar nyata; dan 6% tidak tahu. Survey lainnya mencatat 76% orang percaya tentang adanya surga, dan hanya 6% percaya adanya neraka. Sebuah pemungutan suara oleh organisasi Gallup pada tahun 1990 melaporkan bahwa 66% dari orang-orang Protestan Amerika dan 57% orang-orang Katolik percaya akan keberadaan neraka. Sementara itu, Grant R. Jeffrey menyatakan “terlepas dari fakta bahwa kebanyakan kaum awam di banyak denominasi masih percaya akan neraka, kebanyakan teolog menunjukkan bahwa ini tidak lagi merupakan sesuatu yang benar bagi mereka. Dari para teolog yang dijajaki, 66% dari teolog Protestan dan 39 dari Katolik mengungkapkan ketidakpercayaan mereka tentang doktrin neraka”.
Memang, neraka adalah sebuah topik pembicaraan yang paradoks! Di satu pihak tidak disukai karena sifatnya yang menakutkan, mengerikan, dan dibesar-besarkan secara berlebihan. Namun di pihak lain manusia mencoba menyangkal, menolak dan rasionalisasikannya. Sementara itu, ada juga yang berpendapat bahwa neraka hanya menunjukkan sebuah keadaan pikiran dan hati manusia saja; sedangkan yang lainnya menyamakan neraka dengan kuburan di mana semua orang harus melaluinya.
Munculnya keraguan dan ketidakpercayaan tentang adanya neraka disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, tidak adanya cukup bukti yang mendukung adanya tempat yang disebut dengan “neraka”. Tidak seorang pun dari manusia pernah mengalami mati, pergi ke neraka dan kemudian hidup lagi dan menulis tentang pengalaman tersebut. Pemahaman seperti ini tentu saja merupakan pemahaman yang berbeda dari apa yang dikatakan oleh Alkitab, yang dengan jelas menunjukkan adanya neraka. Kedua, pengaruh abad pencerahan dan pasca pencerahan. Anthony Hoekema menjelaskan bahwa “doktrin tentang penghukuman kekal bagi orang fasik telah diajarkan dalam gereja dari sejak semula. Harry Buis, dalam Doctrine of Eternal Punisment, mengutip tulisan sejumlah bapa-bapa gereja awal untuk menunjukkan bahwa doktrin ini telah diajarkan kepada mereka. Buis menujukkan bahwa teolog-teolog abad pertengahan maupun reformasi juga percaya dan mengajarkan tentang penghukuman kekal bagi orang-orang fasik. Namun demikian, menurut Buis, sejak abad delapan belas sejumlah teolog Kristen mulai menolak doktrin penghukuman kekal. Penolakan terhadap doktrin penghukuman kekal tersebut lebih dipertegas lagi pada abad sembilan belas dan terus berlanjut hingga hari ini”. Ketiga, kesalahan dalam memahami natur (sifat) Allah yang maha pengasih dan mahabaik. Orang-orang ini berkata “jika Tuhan itu pengasih dan baik, Ia tidak akan menciptakan neraka untuk menghukum manusia”. Tampaknya, ini sangat rasional dan logis menurut pemikiran orang-orang skeptis. Hal ini disebabkan ketidaktahuan tentang satu-satunya Allah yang benar itu.
BERBAGAI PANDANGAN TENTANG NERAKA
Berbicara tentang kasih, kebaikan dan keadilan Allah dalam hubungannya dengan dosa dan kejahatan manusia, yang berakibat pada hukuman kekal di neraka, membawa manusia ke dalam percarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan klasik yang paling banyak ditanyakan dan dikomentari. Beberapa dari pertanyaan itu adalah sebagai berikut: “Bagaimana mungkin Tuhan penuh kasih mengirim seseorang ke neraka? Jika Tuhan itu baik, bagaimana mungkin Dia bisa begitu kejamnya menyiksa manusia di neraka? Bagaimana mungkin Tuhan yang kasih dan baik itu membuat neraka yang mengerikan itu? Tuhan tidak adil apabila menghukum dosa yang sementara itu dengan hukuman kekal?” Inilah adalah empat pertanyaan dari banyak pertanyaan yang telah mengusik banyak orang untuk memberi tanggapan.
Sifat manusia yang ingin mendapatkan jawaban yang pasti dari pertanyaan-pertanyaan di atas, telah menggiring manusia menerima satu atau lebih dari beberapa pandangan berikut ini:
Pertama, pandangan dari Ateisme dan Agnotisme. Ini adalah pandangan yang menolak adanya neraka dengan lebih dulu menolak eksistensi Allah. Pemazmur di zaman dahulu menuliskan “orang bebal berkata dalam hatinya: tidak ada Allah”. Selanjutnya Pemazmur mengatakan “busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik” (Mazmur 14:1). Inilah alasan mengapa manusia menolak eksistensi Allah, manusia ingin melarikan diri dari tanggung jawabnya kepada Allah dengan cara menolak keberadaan Allah yang kepadaNya mereka harus mempertanggung jawabkan perbuatan mereka.
Kedua, pandangan Universalisme. Pandangan ini mengajarkan neraka dan penghukuman kekal tidak sesuai dengan sifat kasih dan kemahakuasaan Tuhan. Pandangan ini mengajarkan bahwa pada akhirnya semua orang akan diselamatkan. Pandangan dari universalisme klasik mengajarkan bahwa orang-orang yang telah hidup dengan tidak bertanggung jawab akan dihukum segera setelah kematian, tetapi tidak seorang pun akan dihukum secara kekal. Dengan kata lain, penghukuman tersebut bersifat sementara sambil menanti datangnya keselamatan. Sedangkan Neo Universalisme mengajarkan bawa semua orang saat ini diselamatkan, meskipun semuanya tidak menyadari hal itu.
Ketiga, pandangan Anihilisme. Pandangan ini mengajarkan bahwa hukuman kekal sebagai pemusnahan akhir. Pandangan ini muncul dalam dua bentuk yaitu imortalisme dan mortalisme. Pandangan imortalisme mengajarkan bahwa manusia pada hakikatnya diciptakan sebagai mahluk yang tidak dapat binasa atau abadi (imortalitas), akan tetapi mereka yang yang terus hidup di dalam dosa akan menjadi tidak kekal dan karena itu akan dianihilisasi atau ditiadakan. Pandangan mortalisme mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya diciptakan sebagai mahluk yang tidak kekal atau fana (mortalitas). Mereka yang percaya menerima kekekalan sebagai anugerah dan karenanya akan terus ada secara kekal di dalam kondisi yang penuh berkat setelah kematiannya; sedangkan mereka yang tidak percaya tidak akan menerima anugerah tersebut dan kerenanya akan tetap dalam kondisi tidak kekal (fana), atau dengan kata lain kematian akan menjadikan mereka tidak ada (anihilisasi). Imortalisme dan mortalisme sama-sama mengajarkan anihilisasi (keadaan tidak ada), karenannya menyangkali ajaran tentang hukuman kekal atau neraka.
Keempat, pandangan Konservatif. Pandangan ini mengajarkan bahwa upah dosa karena keberadaan kita sekarang adalah maut (Roma 6:23). Hukuman terakhir yang akan diberikan kepada orang yang tidak selamat yang mengalami kematian pertama adalah kematian kedua (Wahyu 20:14). Pelaksanaan hukuman bagi orang yang tidak percaya sebagai hasil penghakiman di tahta Putih adalah dilemparkannya mereka ke dalam lautan api atau neraka (Wahyu 20:11-15). Lamanya hukuman itu akan selama-lamanya (kekal). Inilah pandangan Alkitabiah dari kaum Injili.
PEMIKIRAN DASAR MENGENAI NERAKA
Sebelum lebih jauh membahas perspektif Alkitab tentang neraka, perlu diperhatikan pemikiran-pemikiran mendasar sebagai berikut:
Pertama, neraka dapat didefinisikan sebagai tempat orang-orang yang hidup tanpa Tuhan dan yang matinya terpisah dari Tuhan untuk selama-lamanya.
Kedua, neraka bukanlah sebuah ilusi melainkan suatu tempat yang nyata. Walaupun tidak ada yang tahu persis letak neraka, hal ini tidak menjadikan neraka sebagai sesuatu yang abstrak, tidak nyata, atau khayalan belaka.
Ketiga, satu-satunya sumber informasi yang benar tentang neraka adalah Tuhan sendiri. Karena Ia adalah satu-satunya Pribadi yang benar secara absolut dan dapat dipercaya. Ia telah menyatakannya melalui Alkitab, dan dengan demikian Alkitab dipandang sebagai kebenaran yang mutlak (absolut). Alkitab memberikan pandangan Tuhan tentang neraka, walau pun Ia tidak memberikan deskripsinya secara lengkap, tetapi fakta-fakta yang ada di Alkitab sudah cukup bagi kita untuk mengerti betapa mengerikannya neraka.
Keempat, pada waktu Tuhan mencipta, semua yang diciptakannya itu baik, bahkan sungguh amat baik (Kejadian 1:12Kejadian 18,Kejadian 21Kejadian 25Kejadian 31). Tidak ada dosa, tidak ada kejahatan, tidak ada rasa sakit, tidak ada kematian, dan tidak ada neraka. Salah satu hal baik yang diciptakan Tuhan adalah bahwa mahkluk ciptaanNya memiliki kebebasan untuk memilih yang baik. Agar mereka benar-benar memiliki pilihan, Allah harus mengijinkan sesuatu yang berbeda dengan yang baik supaya bisa ada pilihan. Karena itu Tuhan mengijinkan para malaikat dan manusia untuk memilih yang baik atau yang tidak baik (jahat). Manusia dan malaikat yang jatuh menggunakan pilihan bebas yang diberikan Allah itu untuk memberontak terhadap Tuhan dan menginginkah hidup yang terpisah dari Tuhan. Dan, satu-satunya tempat yang sudah Tuhan sediakan untuk terpisah dari Dia selama-lamanya adalah neraka.
Kelima, dalam relasi antara Tuhan, manusia, dan neraka, Alkitab menyajikan dua fakta berikut ini. Fakta pertama, bahwa Allah sepenuhnya benar. Paulus menegaskan “...Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi." (Roma 3:4). Fakta kedua, bahwa natur (sifat) manusia itu berdosa dan patut mendapatkan hukuman Allah. Paulus menegaskan “seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak” (Roma 3:10-12). Selanjutnya Paulus menegaskan “Sebab upah dosa ialah maut” (Roma 6:23).
RINGKASAN PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG NERAKA
Sekedar mengingatkan kembali, bahwa kita perlu berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan dengan cara menafsirkan bagian-bagian tertentu dari Alkitab dengan metode hermeneutik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Juga tidaklah bijaksana memasukan atau memaksakan pendapat dari luar Alkitab dengan bukti Alkitabiah yang tidak dapat dijamin kebenarannya. Kadang-kadang hal ini didorong oleh keinginan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dijawab oleh Alkitab.
Alkitab memberikan pandangan Tuhan tentang neraka, walau pun Ia tidak memberikan deskripsinya secara lengkap, tetapi fakta-fakta yang ada di Alkitab sudah cukup bagi kita untuk mengerti betapa mengerikannya neraka. Karena itu saat mempelajari pandangan Alkitab tentang neraka (biblical view about hell) ini, kita perlu memperhatikan fakta-fakta sebagai berikut.
Fakta 1. Neraka adalah suatu tempat yang benar-benar ada. Neraka bukanlah sebuah ilusi melainkan suatu tempat yang nyata. Walaupun tidak ada yang tahu persis letak neraka, hal ini tidak menjadikan neraka sebagai sesuatu yang abstrak, tidak nyata, atau khayalan belaka. Dua bukti yang mendukung fakta adanya neraka adalah: Pertama, Yesus berbicara dan mengajar tentang neraka. Tony Evans mengatakan, “bahkan Yesus sendiri lebih banyak berbicara tentang neraka ketimbang sorga atau kasih”. Sebelas dari dua belas kali kata gehenna (neraka) diucapkan oleh Yesus dan dicatat dalam Perjanjian Baru. Bahwa Kristus berbicara lebih banyak tentang neraka lebih dari semua tokoh lainnya dalam Alkitab menunjukkan kepada kita betapa penting dan seriusnya hal neraka ini. Kedua, adanya kematian manusia menunjukkan bahwa neraka itu ada. Penulis kitab Ibrani mengatakan “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibrani 9:27). Kematian ada sebagai akibat dari dosa (Roma 6:23). Upah yang pantas bagi manusia yang berdosa adalah neraka. Kematian itu nyata, dan setiap orang pasti mati. Tony Evans meringkaskan “kematian jasmani yang dapat dilihat dan bersifat sementara itu adalah suatu kesaksian bagi kita mengenai hal-hal yang tak terlihat kenyataan kekal dari apa yang Alkitab sebut sebagai kematian kedua (Wahyu 20:14), atau neraka”.
Fakta 2. Neraka adalah tempat penghukuman akhir. Sebelum menuju ke neraka atau surga orang-orang yang mati berada ditempat penampungan atau masa antara (intermediate state). Semua orang mati pada masa Perjanjian Lama, baik orang-orang percaya maupun yang tidak percaya, akan pergi ke tempat yang disebut sheol atau hades. Contohnya, Kejadian 37:35Ayub 14:13Ayub 17:13Mazmur 88:4Yesaya 38:10 menunjukk pada orang-orang percaya yang hidup di masa Perjanjian Lama yang saat mati pergi (turun) menuju hades atau sheol. Sedangkan contoh untuk orang fasik yang tidak percaya yang juga masuk ke hades atau sheol dapat dilihat dari ayat-ayat di dalam Ayub 17:13, Mazmur 31:8Mazmur 49:15. Sheol atau hades ini bukanlah surga dan bukan juga neraka, tetapi tempat penampungan sementara orang-orang yang telah meninggal. Lokasi dari sheol atau hades ini berada di pusat atau inti bumi (Bilangan 16:33Efesus 4:9).
Bagaimana dengan Lazarus (yang di pangkuan Abraham) dan orang kaya yang disiksa dalam Lukas 16:22-31 Ada yang beranggapan bahwa “Pangkuan Abraham” adalah surga, sedangkan tempat siksaan orang kaya itu adalah neraka. Hal ini tidak benar! Lazarus dan Abraham bukan berada disurga tetapi di hades atau sheol. Lokasi yang sama dengan orang kaya tersebut. Tetapi mereka dipisahkan oleh “jurang yang dalam” yang mustahil dapat diseberangi (ayat 26). Yang satu disebut “Pangkuan Abraham”, yang lainnya disebut “tempat siksaan atau alam maut” (Ayat 24, 25, 28). Pangkuan Abraham ini disebut juga firdaus. Ketika Yesus mati Ia menuju firdaus bersama-sama dengan pencuri yang disalibkan disebelah kananNya, yang percaya kepadaNya. (Lukas 23:43Efesus 4:81 Petrus 3:19-20). Setelah kebangkitanNya Ia membawa mereka dan firdaus itu ke surga (di atas).
Lalu, bagaimana keadaan orang-orang mati yang hidup pada masa Perjanjian Baru, yaitu masa setelah kebangkitan Kristus dan masa Gereja? Alkitab menunjukkan bahwa orang-orang percaya pergi ke firdaus dan langsung naik diangkat ke surga (2 Korintus 5:82 Korintus 12:2-4Filipi 12:30). Sedangkan orang-orang yang tidak percaya tetap pergi ke sheol atau hades, untuk disiksa sambil menunggu kebangkitan kedua, yaitu penghukuman kekal (neraka/gehenna).
Fakta 3. Neraka itu bersifat kekal. Fakta penting berikutnya tentang neraka menurut Alkitab adalah sifat neraka yang kekal atau abadi (Matius 25:26). Kata Yunani untuk “kekal” adalah aionios. Kata aionios ini disebutkan sebanyak 66 kali dalam Perjanjian Baru. 51 kali kata ini digunakan dalam hubungannya dengan kebahagiaan mereka yang selamat di sorga. Kata ini digunakan baik untuk kualitas dan kuantitas kehidupan yang akan dialami orang-orang percaya bersama Tuhan. Kata ini digunakan 2 kali dalam hubungan dengan durasi Tuhan dalam kemuliaanNya. 6 kali kata ini digunakan dalam suatu cara yang demikian sehingga tak seorang pun ragu bahwa itu bermakna selamanya. 7 kali lainnya kata ini disebutkan dalam hubungan dengan nasib orang-orang fasik atau disebutkan berkaitan langsung dengan neraka. Hal ini menunjukkan bahwa neraka akan ada selama-lamanya, tanpa akhir atau kekal. Salah satu rujukan paling jelas dalam Perjanjian Baru pada kekekalan hukuman di neraka adalah Wahyu 14:10-11: “maka ia akan minum dari anggur murka Allah, yang disediakan tanpa campuran dalam cawan murka-Nya; dan ia akan disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikat-malaikat kudus dan di depan mata Anak Domba. Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya”. Jadi, neraka adalah satu-satunya tempat selain surga untuk menghabiskan kekekalan, dengan kata lain, hanya ada dua tempat yang dituju setelah kematian, yaitu surga atau neraka. Tidak ada pilihan alternatif! Saat ini keduanya masih merupakan satu-satunya pilihan.
Fakta 4. Neraka pada mulanya disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikat yang jatuh. Neraka pada mulanya diciptakan bukan untuk manusia, tetapi merupakan tempat pembuangan dan hukuman kekal bagi Iblis dan malaikat-malaikat pengikutnya yang bergabung dalam pemberontakan terhadap Tuhan di surga. Yesaya 14:12menyingkapkan rencana kudeta dan pemberontakan Iblis terhadap Tuhan Sang Pencipta. Iblis memilih untuk menempatkan dirinya sebagai musuh Allah dalam pemberontakannya melawan Allah.
Bagaimana mungkin mahluk ciptaan dapat melawan PenciptaNya? Buktinya, Iblis dan malaikat-malaikat yang menjadi setan-setan gagal dalam pemberontakan melawan Tuhan. Sebagai konsekuensinya, maka Allah menyediakan suatu tempat hukuman yang akan mengingatkan mereka selama-lamanya akan akibat dari pemberontakan rohani mereka. Alkitab mengatakan “Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya” (Matius 25:41).
Walau tujuan neraka diciptakan bukan untuk manusia, namun orang-orang yang memiliki pilihan yang sama dengan Iblis akan menderita hukuman yang sama. Sebagaimana kita harus memilih Kristus dan surga, orang-orang berdosa yang tidak mau bertobat juga akan masuk ke neraka atas pilihannya sendiri bukan karena kebetulan.
Fakta 5. Neraka adalah tempat siksaan dan penderitaan. Kengerian dari keberadaan neraka ini dijelasakan oleh Alkitab sebagai berikut: Pertama, di neraka akan ada kesadaran dan ingatan. Dalam Lukas 16:19-21, si orang kaya segera tahu di mana ia berada. Juga ia ingat akan identitasnya dulu sewaktu ia masih hidup di dunia, dan juga ingatan akan Lazarus, dan lima saudaranya yang lain. Kedua, bagian terburuk dari neraka adalah bahwa di sana akan ada siksaan dan penderitaan. Orang kaya itu berkata “saya menderita dalam nyala api ini” (Lukas 16:24) karena nyala api ini ia meresa dahaga hebat yang tak terpuaskan. Selanjutnya, si orang kaya ini mendeskripsikan hades sebagai “tempat siksaan ini” (Lukas 16:28; bandingkan Wahyu 14:10-11). Ketiga, bentuk kengerian lain di neraka adalah adanya ulat (belatung) yang tidak akan mati dan api yang tak terpadamkan (Matius 13:41-42Markus 9:47-48). Keempat, di neraka akan ada kesengsaraan, amarah dan frustasi sebagaimana diungkapkan dengan kalimat “Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi” (Matius 13:42). Kelima, Alkitab mengajarkan adanya tingkat-tingkat hukuman di neraka, berdasarkan banyaknya dan sifat dosa yang mereka lakukan dan penolakan terhadap Tuhan dan karyaNya. (Matius 10:1511:21-23). Semua ini menggambarkan betapa ngerinya neraka!
Fakta 6. Neraka adalah tempat yang tertutup tanpa ada jalan keluar. Tidak ada yang dapat mengubah nasib seseorang setelah kematian. Tidak ada seorangpun yang bisa kabur dari neraka, dengan alasan apapun. Tidak ada purgatory, tidak ada kesempatan kedua, tidak ada keringanan hukuman karena kelakuan baik, dan tidak ada kelulusan. Seperti kata pepatah “seperti kematian menemukan kita, kekekalan menahan kita”. Neraka adalah kenyataan (kebenaran) yang terlambat dilihat. Begitu seseorang melihat dan masuk kedalamnya setelah kematian jasmani, ia tidak akan dapat kembali lagi. Alkitab mengajarkan kita kenyataan bahwa, yang terhilang tidak akan pernah pergi ke surga, dan yang selamat tidak akan pernah pergi ke neraka (Matius 25:42: Bandingkan Lukas 16:26).
Fakta 7. Neraka adalah terpisah dari Allah untuk selama-lamanya. Sebagaimana telah disebutkan di dalam pemikiran dasar diatas, pada waktu Tuhan mencipta, semua yang diciptakannya itu baik, bahkan sungguh amat baik (Kejadian 1:12,18,21,25,31). Tidak ada dosa, tidak ada kejahatan, tidak ada rasa sakit, tidak ada kematian, dan tidak ada neraka. Salah satu hal baik yang diciptakan Tuhan adalah bahwa mahkluk ciptaanNya memiliki kebebasan untuk memilih yang baik. Agar mereka benar-benar memiliki pilihan, Allah harus mengijinkan sesuatu yang berbeda dengan yang baik supaya bisa ada pilihan. Karena itu Allah mengijinkan para malaikat dan manusia untuk memilih yang baik atau yang tidak baik (jahat). Manusia dan malaikat yang jatuh menggunakan pilihan bebas yang diberikan Allah itu untuk memberontak terhadap Tuhan dan menginginkah hidup yang terpisah dari Tuhan. Dengan kata lain sebagaimana yang ditegaskan oleh Norman I. Gleiser dan Jeff Y. Amanu “Allah menciptkan fakta kebebasan, manusia melakukan tindakan bebas tersebut; ciptaan membuatnya menjadi aktual”. Manusia bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya (baca Kejadian pasal 1-3). Satu-satunya tempat yang sudah Tuhan sediakan untuk pilihan manusia yang ingin terpisah dari Dia adalah neraka, yaitu tempat terpisah dari Allah selama-lanmanya. Ini adalah tindakan keadilan dari Allah yang penuh kasih.
Pertanyaannya: siapakah yang akan masuk neraka atau gehenna? Alkitab menyebutkan berikut ini urut-urutan mereka yang akan dilemparkan ke dalam gehenna, yaitu: Binatang dan Nabi Palsu (Wahyu 19:20); Iblis (Wahyu 20:10); Maut dan Kerajaan Maut (Wahyu 20:14); Orang-orang fasik yang namanya tidak tercatat dalam Kitab Kehidupan (Wahyu 20:15), yaitu orang berdosa dalam 8 kategori umum dalam Wahyu 21:8 “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
EPILOG
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran sebagai berikut: Pertama, pemikiran dasar dan fakta-fakta Alkitab di atas menegaskan kepada kita bahwa sesungguhnya tidak ada alasan bagi seseorang untuk menyalahkan Tuhan sebagai pribadi yang kejam, tidak adil, apalagi jahat. Lee Strobel mengatakan ”Neraka bukanlah tempat di mana orang-orang ditempatkan karena mereka orang-orang bodoh, tetapi karena mereka tidak mau mempercayai hal-hal yang benar. Mereka ditempatkan disana karena, pertama dan terutama menentang Pencipta mereka.... ingin menjadi pusat dari alam semesta, dan yang bersikeras mempertahankan sikap memberontak dan menentang Allah.
Kedua, Tuhan menghadapkan kepada manusia dua macam kekekalan yaitu surga atau neraka. Demikian pula ada dua pribadi yang disembah oleh manusia yaitu Yesus Kristus atau iblis. Tidak ada alternatif, tempat netral atau pilihan ketiga. Setiap orang harus memilih salah satu, Kristus atau iblis, surga atau neraka. Jikalau seseorang memilih Kristus maka pasti ia akan masuk surga, Karena Yesus berkata “Akulah jalan, dan kebenaran, dan hidup, tidak seorangpun sampai kepada Bapa jikalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6-7) Dan lagi “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:15-16). Jika seseorang memilih Iblis maka pasti ia akan masuk neraka. Setiap orang yang menolak Tuhan Yesus Kristus berarti memilih iblis, entah disadarinya atau tidak.
Ketiga, kita tidak dapat memprediksi kapan kita mati. Masalah kematian merupakan misteri yang penuh dengan berbagai teka-teki yang membingungkan. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan kematian itu akan datang menjemputnya. Tidak ada seorang pun yang tahu pasti berapa panjang usianya di dunia ini. Bila kita melakukan riset singkat ke kuburan, dan mencatat usia mereka yang meniggal, pastilah kita akan menemukan berbagai jenis usia, mulai dari bayi, anak kecil, remaja, pemuda, dewasa, dan orang tua yang usianya mungkin mencapai 100 tahun sesungguhnya kita tidak bisa mengukur atau menebak berapa usia seseorang. Statistik dunia memberitahukan kita bahwa setiap dua setengah detik, ada seorang manusia yang meninggal dunia. Sekali lagi, semua fakta memberikan kita teka-teki tentang misteri kematian, sekaligus memberikan tanda peringatan agar kita bersiap-siap menghadapi kematian bila datang menjemput. Pilihan-pilihan dalam hidup kita sekarang ini akan menentukan kemana kita akan pergi setelah kematian.
Keempat, ajaran tentang neraka ini seharusnya mendorong kita untuk lebih meyakinkan orang supaya datang kepada Kristus Sang Juruselamat untuk menerima hidup kekal. Kematian Kristus adalah untuk kebaikan umat manusia dan Allah tidak membatasi siapapun dalam penyediaan kematianNya. Merupakan belas kasih Tuhan agar semua orang diselamatkan (2 Petrus 2:9). Dalam penyediaanNya, Allah memberikan kesempatan yang sama untuk semua manusia (Yohanes 3:16Roma 10:342 Kor 5:151 Timotius 2:4Ibrani 2:9). Tuhan telah menyediakan keselamatan untuk semua orang dan Roh Kudus meyakinkan manusia agar menerima keselamatan. Walaupun demikian, Alkitab juga mengajarkan bahwa tidak semua orang akan diselamatkan. Hal ini terjadi karena penolakan dan ketidakpercayaan kepada Kristus (Yohanes 5:102 Korintus 5:18-20Titus 2:11).
Jelaslah bahwa keputusan untuk menerima atau menolak Kristus adalah tanggung jawab manusia. Menolak Kristus berarti tidak diselamatkan. Jadi apabila seseorang tidak menerima keselamatan, dalam hal ini Allah tidak dapat dipersalahkan. Persediaan keselamatan cukup untuk semua manusia. Sebagimana mana yang ditegaskan oleh Kevin J. Conner “Allah tidak meluputkan seorang pun dalam penentuan belas kasihanNya. Allah tidak ingin semua orang binasa. Tidak seorang pun akan dilemparkan ke neraka karena kristus tidak mati bagi mereka, tetapi karena mereka menolak tawaran Allah akan keselamatan di dalam Kristus”.
DAFTAR REFERENSI
Daftar berikut ini adalah buku terpilih oleh penulis dengan pertimbangan bahwa buku-buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kecuali buku Wayne Grudem, Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Berdasarkan pertimbangan di atas tidaklah sulit untuk mendapatkan buku-buku tersebut di toko buku Kristen atau penerbit buku. Selanjutnya, di dalam buku-buku tersebut terdapat referensi lanjutan sesuai dengan rujukan para penulis buku tersebut.
Conner, Kevin J, 2004. A Practical Guide To Christian Belief, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
_______________., 2007. Five Minute Apologist. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Evans, Tony., 2002. The Best Is Yet To Come. Terjemahan, Penerbit Gospel Press : Batam.
Erickson, Millard J., 2003. Christian theology. Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fances, Eddy., 2005. Murid Yesus. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Yayasan Sinar Nusantara: Jakarta.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2009. New Dictionary Of Theology. jilid 2, terjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.
Hitchcock, Mark., 2002. Bible Prophecy. Terjemahkan, Penerbit Gospel Press : Batam.
Hoekema, Anthony A., 2009. The Bible and The Future. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Jeffrey, Grant. R., 2001. Journey Into Eternity. Terjemahan, Penerbit Yayasan Pekabaran Injil Immanuel : Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2004. Eskatologi Biblika. Penerbit Andi Offset: Yoyakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Strobel, Lee., 2005. The Case For Faith. Terjemahan, Penerbit Gospel Press : Batam.
Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Wiese, Bill., 2009. Hell. Terjemahan, Penerbit Light Publising : Jakarta.
Willmington, H.L., 2003. The King Is Coming. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Election

Ajaran Tentang Pemilihan (The Doctrine Of Election)

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th

“Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya”  - Efesus 1:4 -

PENDAHULUAN

Teolog Charles C. Ryrie mengatakan “ajaran tentang pemilihan merupakan salah satu dasar dalam keselamatan, meskipun bukan satu-satunya. Ajaran-ajaran lainnya seperti kematian Kristus, iman, kelahiran kembali, dan anugerah yang menyelamatkan juga disebut dasar-dasar. Semua hal itu adalah perlu untuk melaksanakan rencana Allah bagi keselamatan manusia”.1 Jadi, menurut Ryrie ajaran ini juga penting seperti ajaran-ajaran dasar lainnya.


Saat mempelajari doktrin tentang pemilihan ini kita perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama,  ajaran tentang pemilihan sebagaimana beberapa ajaran dasar lainnya (misalnya, seperti doktrin trinitas) mengandung misteri. Rick Cornish menyatakan “kita tidak mengetahui mengapa Ia memilih siapa yang dipilihnya atau mengapa Ia memilih sebagian dan bukan semuanya... Pengajaran itu meninggalkan cukup misteri...”.2  Sementara itu Millard J. Erickson menyatatakan bahwa “Dari semua pokok doktrinal iman Kristen, pastilah yang termasuk paling memusingkan dan paling tidak dimengerti adalah doktrin predistinasi ini”. 3 

Kedua, ajaran tentang pemilihan ini bagaimana pun rumitnya adalah ajaran Alkitab. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini. Rasul Yohanes menulis “tidak ada seorang pun yang dapat datang kepadaku jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa” (Yohanes 6:44). Selanjutnya Yohanes mencatat perkataan Yesus “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yohanes 15:16). Rasul Paulus mengatakan  “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya” (Roma 8:29-20). Dan kepada jemaat di Efesus Paulus menulis “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Efesus 1:4-6). Dari ayat-ayat di tersebut terlihat bahwa pemilihan memang jelaslah diajarkan oleh Alkitab.

Ketiga, ajaran tentang pemilihan walaupun sulit dan mengandung misteri tidak membebaskan kita untuk mempelajari dan menelitinya. Karena ajaran ini merupakan ajaran alkitabiah kita tidak boleh menghindarinya; tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh R.C. Sproul perlu “penanganan dengan sangat hati-hati dan teliti”.4 Apa yang dinyatakan sproul tersebut sesuai dengan Wesminster Confession yang menyatakan bahwa “Doktrin misteri predestinasi yang agung ini haruslah ditangani dengan kebijaksanaan dan ketelitian khusus, sehingga orang-orang, yang memperhatikan khenedak Allah yang dinyatakan di dalam firmanNya ini, dan yang menatinya, bisa beroleh keyakinan mengenai pilihan kekal atas mereka dari panggilan efektif ini”.5

HUBUNGAN KETETAPAN TUHAN DENGAN PEMILIHAN

Istilah “pemilihan” kadangkala disamakan atau dipertukartempatkan dengan istilah “predestinasi”. Karena itu perlu bagi kita untuk memahami dengan jelas perbedaan dan hubungan antara keduanya dengan ketetapan Tuhan.

Sebagaimana telah saya jelas dalam artikel “Ajaran Tentang Ketetapan Tuhan” bahwa, para teolog membagi ketetapan Allah (Devine decree) ke dalam empat ketetapan besar (four decrees of God), yaitu: ketetapan mencipta, ketetapan mengijinkan dosa, ketetapan menyediakan keselamatan, dan ketetapan memilih. 

Perhatikan istilah berikut ini: Prothesis, diterjemahkan dengan kata rencana, ketetapan, dan maksud (Roma 8:28; 9:11; Efesus 1:9,11; 3:11; 2 Timotius 1:9). Proorizo, diterjemahkan dengan menentukan dari semula, menetapkan sebelumnya, dan predestinasi (Roma 8:29-30; Efesus 1:5,11; KPR 4:28; 1 Korintus 2:7). Tasso, diterjemahkan dengan tentukan atau tetapkan (Roma 13:1; Efesus 1:11). Proginosko dan Prognosis, diterjemahkan dengan rencana, pilih, atau  mengetahui sebelumnya dan pengetahuan sebelumnya (KPR 2:23; Roma 8:29; 11:2; 1 Petrus 1:2,20). Boule, diterjemahkan dengan rencana, kehendak, maksud, keputusan (KPR 2:23; 4:28;  20:27; Ibrani 6:17).6

Istilah-istilah dan ayat-ayat di atas memiliki ide merencanakan, menentukan sebelumnya, mengetahui sebelumnya, membatasi, dan menghendaki. Ini semua menunjukkan bahwa menurut Alkitab tidak ada apa pun yang terjadi begitu saja, tetapi bahwa semua itu merupakan bagian dari ketetapan Tuhan (Devine degree) yang kekal. Ketetapan Tuhan adalah rencana-rencana-Nya bagi segala sesuatu. Menetapkan atau menentukan sebelumnya adalah konsep-konsep teologis yang searti. Dengan demikian predistinasi dan pemilihan adalah bagian dari ketetapan Tuhan. Predestinasi adalah  ketetapan atau penentuan sejak kekekalan yang berhubungan dengan keselamatan atau kebinasaan kekal; sedangkan pemilihan adalah ketetapan atau penentuan sejak kekekalan sebagian orang untuk diselamatkan. Millard J. Erickson meringkasnya demikian, “Predestinasi merujuk kepada pemilihan Allah terhadap orang-orang tertentu untuk mengalami kehidupan kekal atau kematian kekal. Pemilihan adalah seleksi beberapa beberapa orang tertentu untuk hidup kekal, yaitu sisi positif dari predestinasi”. 7

DEFINISI PEMILIHAN

Louis Berkhof mendefinisikan pemilihan sebagai “tindakan kekal Allah dimana Ia dalam kesukaan kedaulatanNya dan tanpa memperhitungkan jasa atau kebaikan manusia memilih sejumlah orang untuk menjadi penerima dari anugerah khusus dan keselamatan kekal”. 8

Charles F. Beker, mendefinisikan pemilihan mengikuti August H. Strong sebagai berikut, “Pemilihan adalah tindakan kekal Allah, yang melaluinya dalam kuasa kehendakNya, tanpa sebelumnya melihat jasa dalam diri orang berdosa, Ia memilih jumlah tertentu dari antara mereka untuk menjadi penerima anugerah khusus RohNya, dan dengan begitu menjadikan mereka pengambil bagian secara sengaja dalam keselamatan di dalam Kristus”.9

Wayne A. Grudem mendefinisikan pemilihan sebagai “tindakan Allah sebelum penciptaan dimana Dia memilih beberapa orang untuk diselamatkan, bukan karena perbuatan baik mereka, tetapi hanya karena kedaulatanNya”.10

Menurut Millard J. Erickson pemilihan adalah “seleksi beberapa beberapa orang tertentu untuk hidup kekal, yaitu sisi positif dari predestinasi”. 11

Tony Evans mengatakan “Allah memilih sebagian orang untuk diselamatkan untuk maksud-maksud berdaulatNya sendiri dan karena Ia penuh kasih karunia”. 12

Westminster Confession menyatakan “... Allah, sebelum dasar dunia ini diletakkan, seturut tujuanNya yang kekal dan tidak berubah, dan keputusan dan perkenan kehendakNya yang merupakan rahasia,  telah memilih mereka di dalam Kristus untuk kemuliaan kekal.  Pemilihan ini hanya dikarenakan anugerah dan kasihNya yang bebas, bukan karena telah melihat sebelumnya adanya iman, atau perbuatan-perbuatan baik, atau ketekunan di dalam diri mereka, atau suatu hal lain apapun di dalam ciptaan sebagai syarat-syarat atau penyebab-penyebab yang menggerakkan Dia; dan segalanya adalah untuk memuji anugerahNya yang mulia”. 13

RINGKASAN AJARAN TENTANG PEMILIHAN

Berdasarkan definisi-definisi diatas yang telah maka dapat diringkas ajaran tentang pemilihan sebagai berikut:

1. Bahwa kita harus mengingat beberapa fakta tertentu dari Alkitab. Pertama, adalah bahwa Allah sepenuhnya benar. Paulus menegaskan “...Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi." (Roma 3:4) Kedua, keadaan natur manusia yang berdosa dan patut mendapatkan hukuman Allah. Paulus menegaskan “seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak” (Roma 3:10-12). Keadaan ini disebut dengan kerusakan total (total depravity).  Ketiga, bahwa tidak ada seorang pun yang atas prakarsanya sendiri mencari Allah. Dengan kata lain, Alkitab mengajarkan bahwa walaupun Allah menyediakan keselamatan bagi seluruh dunia tidak ada seorang pun yang akan menerimanya dan diselamatkan kecuali Allah sendiri yang berinisiatif mencari manusia.

2. Bahwa pemilihan adalah tindakan memilih dari pihak Allah yang memasukkan sejumlah orang, bukan semua orang. Fakta ini didukung oleh tiga alasan. Pertama, fakta bahwa sebagian orang terhilang adalah bukti bahwa tidak semua yang dipilih. Kedua, kata “memilih” akan kehilangan makna jika ternyata semuanya diselamatkan. Ketika diadakan pemilihan, seperti nyata pada penggunaan kata itu, hanya ada orang-orang tertentu saja yang ditunjuk menduduki suatu posisi. Ketiga, Alkitab berbicara berulang-ulang mengenai mereka yang terhilang, jadi pastilah mereka bukan termasuk di antara orang yang dipilih.

3. Bahwa pemilihan itu  adalah tindakan Allah yang berdaulat dan seturut dengan kehendakNya yang berdaulat (Roma 9:11; 2 Timotius 1:9). Allah berdaulat dan bebas secara mutlak. Berdaulat berarti tertinggi, dan Allah selalu yang berdaulat yang dengan bebas memutuskan rencanaNya terlebih dahulu sekarang dan yang akan datang.

4. Bahwa pemilihan adalah tindakan memilih yang dibuat Allah sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4). Kadang-kadang berguna mengingat fakta bahwa Allah itu pribadi tidak berwaktu, bahwa ia hidup dalam masa kini yang kekal. Karenanya, Ia bukan seakan-akan membuat pilihan miliaran tahun sebelum benar-benar mengetahui hal akan dilakukan, tetapi Ia mengenal kita sejak dahulu sebagaimana kita adanya sekarang.

5. Bahwa pemilihan adalah tindakan memilih yang didasarkan atas hal yang ada dalam diri Allah, bukan atas hal yang ada dalam diri manusia. Paulus mengatakan pemilihan itu menurut anugerah (Roma 11:5), dan ia juga jelas mengatakan hal itu bukan berdasarkan perbuatan (Roma 9:11). Pemilihan, seperti keselamatan, semata-mata karena anugerah dan bukan karena perbuatan. Jadi jelas Allah tidak menyelamatkan orang tertentu karena sebelumnya telah melihat ada hal yang baik atau berguna dalam diri orang itu.

6. Bahwa pemilihan adalah tindakan memilih yang didasarkan pada kemahatahuan (omnisciense) Allah, yang pada gilirannya didasarkan pada ketetapan dan maksud Allah yang sudah pasti. Ini berarti bahwa Allah mempunyai pengetahuan dasar tentang segala sesuatu yang benar-benar ada maupun yang mungkin ada. Dengan demikian, pemilihan Allah dilakukan dengan pengetahuan yang sebesar-besarnya. Ada sejumlah kata yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan. Perhatikan kata-kata dalam KJV: Predestinate (menentukan sebelumnya, Roma 8:29, 30; Efesus 1:5, 11, TB: tentukan) foreordain (menentukan sebelumnya, 1 Petrus 1:20, TB:pilih); foreknow (mengetahui sebelumnya, Roma 8:29; 11:2; Kisah Para Rasul 2:23; TB:pilih, rencana ); purpose (maksud, rencana, Yesaya 14:26; 23:9; 46:11; Yeremia 4:28; 51:29; Roma 8:28; 9:11, 17; Efesus 1:9,11; 3:11; 2 Timotius 1:9; TB: rancangan, putusan, rencana, maksud). Jelas bahwa Allah telah menetapkan semua yang telah dibuatNya, dan alasan mengapa Allah mengetahui hal yang akan terjadi adalah karena Ia telah merencanakan atau menetapkannya.

7. Bahwa pemilihan adalah tindakan memilih yang sepenuhnya pasti digenapi; tidak ada kuasa apapun yang sanggup menggagalkannya. Roma 8:28-30 menunjukkan bahwa setiap orang yang telah  dipilih (KJV:forknown) oleh Allah akan dipanggil, dibenarkan dan dimuliakan. Ayat 33 mengemukakan bahwa tidak ada seorang pun yang sanggup  menggugat orang pilihan Allah, dan pasal ini diakhiri dengan jaminan bahwa tidak ada hal apapun yang sanggup memisahkan orang pilihan dari Allah yang ada di dalam Yesus Kristus. Kisah Para Rasul 13:48 berkata: “dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup kekal, menjadi percaya.”

8. Bahwa pemilihan adalah tindakan memilih yang selaras dengan kebebasan manusia. Pemilihan tidak memaksa orang yang dipilih untuk percaya. Tidak ada orang yang dalam mempercayai injil merasa telah dipaksa melawan kehendaknya sehingga ia menjadi percaya. Barangkali pada titik ini justru  manusia paling tak menyadari caranya Allah bekerja dalam kehendak seseorang tanpa merusak kebebasannya. Bahkan rasul Paulus, setelah membicarakan maksud pemilihan Allah atas Israel, harus mengakui, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”(Roma 11:33-36). Harus diperhatikan bahwa ada perbedaan antara pihak yang bebas dan kebebasan kehendak. Semua makhluk yang memiliki tanggung jawab moral adalah pihak yang bebas, baik malaikat atau malaikat yang jatuh maupun manusia. Allah adalah pihak yang bebas dari tanggung jawab moral; sekalipun demikian Allah tidak bebas berkehendak untuk berdosa. Tidak mungkin bagi Allah untuk berdosa. Ada perbedaan juga antara pihak yang bebas  atau kebebasan pribadi dan kemampuan. Seseorang bisa merupakan pihak yang bebas dari tanggung jawab moral, bertanggung jawab terhadap diri sendiri atas hal yang dilakukannya, namun kebebasan ini tidak memberi  ia kemampuan mengubah naturnya sehingga memiliki kesanggupan berkenan kepada Allah. Dengan kata-kata Alkitab, “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?” (Yeremia 13:23).

9. Bahwa tujuan akhir dari pemilihan sebagaimana sebagaimana semua  ketetapan ilahi lainnya ialah kemuliaan Allah (Roma 11:36). Tindakan Allah yang berdaulat dimana Ia menetapkan orang percaya untuk diselamatkan adalah untuk memuji kemuliaan anugerahNya (Efesus 1:4-6,11-12). Allah dimuliakan dalam pernyataan dari anugerah yang tidak bersyarat (unconditional grace) seperti yang tertulis dalam Roma 9:23; Wahyu 4:11. Itulah sebabnya tidak keliru untuk beranggapan bahwa kesatuan tema dari Kitab suci adalah kemuliaan Allah. Bersama dengan rasul Paulus kita dapat berkata “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Roma 11:36).

HAL-HAL YANG BUKAN PENGERTIAN PEMILIHAN

Setelah mengerti apa itu pemilihan, perlu bagi kita untuk menegaskan hal-hal yang bukan merupakan pemilihan.

1. Pemilihan bukan tindakan sewenang-wenang atau pun asal-asalan dari Allah. Pemilihan itu sesuai dengan ketetapan kekal dan kehamatahuan Allah (Roma 8:28, 29, 9:11; Efesus 1:4-11; 1 Petrus 1:2).

2. Pemilihan bukan tindakan untuk memilih sebagian orang supaya terhilang atau ketetapan penolakan. Pemilihan dilakukan untuk penyelamatan, bukan untuk penghukuman (1 Tesalonika 1:4; 2 Tesalonika 2:13). Perhatikan kembali perbedaan antara predestinasi dan pemilihan di atas.

3. Pemilihan bukan tindakan memilih yang dilakukan manusia, walaupun manusia harus membuat pilihan jika ingin diselamatkan. Pemilihan adalah tindakan memilih dari Allah. Kristus berkata kepada para rasulNya, “Bukan kamu yang memilih aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yohanes 15:16).

4. Pemilihan bukan hanya dilakukan untuk suatu posisi atau untuk pelayanan, walaupun Allah memilih orang-orang untuk tugas khusus. Pemilihan juga dilakukan untuk keselamatan (2 Tesalonika 2:13).

5. Pemilihan saja bukan mengakibatkan keselamatan orang. Charles C. Ryrie menyatakan “memang, pemilihan tentu saja menegaskan bahwa orang-orang yang dipilih akan diselamatkan, tetapi pemilihan itu sendiri tidak menyelamatkan mereka. Orang diselamatkan karena anugerah oleh iman pada kematian pengganti yang dialami Kristus. Dan tentu saja, mereka harus belajar tentang kematian Kristus untuk mengisi iman mereka. Dengan demikian, pemilihan kematian Kristus, kesaksian tentang kematianNa, dan iman orang itu sendiri, semuanya perlu agar orang itu dapat diselamatkan”. 14

ANALOGI DAN ILUSTRASI 

Tiga keberatan yang keliru telah ditujukan terhadap ajaran tentang pemilihan ini. Pertama, kerena Allah telah menetapkan segala sesuatu termasuk menetapkan untuk memilih orang-orang tertentu berarti Allah itu tidak adil. Kedua, ajaran tentang pemilihan ini menjadikan Allah sebagai pembuat dosa. Ketiga, dengan penetapan pemilihan ini berarti melanggar kehendak bebas (freewell) manusia sehingga hidup manusia di dunia ini hanya sandiwara. 

Untuk menjelaskan kebenaran ini sekaligus menjawab keberatan-keberatan diatas, Charles C. Ryrie, telah memikirkan sebuah kata yang lain dari decree (ketetapan) Tuhan ini yang tentunya berhubungan erat dengan pemilihan, yaitu design (rencana). Kata rencana (design) ini mengingatkan kita pada kata “arsitek”.  Dan ini merupakan konsep yang dangat membantu dalam ajaran ini.  Allah adalah arsitek dari suatu rencana yang sungguh-sungguh memasukkan segala sesuatu, tetapi memasukkan segala sesuatu dalam hubungan yang berbeda. Rencana-rencana arsitek ini sangat terperinci. Demikian juga rencana Allah. Dalam proses pembangunan suatu gedung, para pakar dapat memprediksi bahwa banyak sekali pekerja yang akan cedera dan kadang-kadang beberapa diantara mereka akan meninggal. Statistik yang mengerikan itu dimasukkan dalam rencana pembangunan, namun demikian kita tidak akan menganggap bahwa arsitek tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya kecelakaaan atau cedera dan kematian, asalkan telah diadakan pengamanan yang standar dan benar. Tindakan ceroboh, tidak menaati peraturan,  dan melanggar pembatas keselamatan biasanya menyebabkan terjadinya kecelakaan. Tetapi kesalahan siapakah itu?  Itu adalah kesalahan mereka yang bertindak ceroboh dan tidak menaati peraturan keselamatan. Demikian pula rencana Allah (termasuk rencana pemilihan) telah dibuat sedemikian rupa sempurnanya sehingga tanggung jawab atas dosa terletak pada manusia, meskipun Allah secara sengaja memasukkan dosa dalam rencanaNya.15

Sementara itu Tony Evans memberikan ilustrasi yang menghubungkan penyediaan kasih karunia, pemilihan dan respon manusia dalam keselamatan. Perlu disadari, bahwa tidak ada ilustrasi yang sempurna yang mampu menyingkapkan misteri pemilihan secara tuntas, walau demikian ilustrasi Evans berikut sangat membantu menjelaskan konsep tersebut. Evans berkata “Bayangkan bahwa saya sudah mengundang 500 orang ke sebuah aula untuk sebuah peristiwa tertentu. Di luar panas dan AC tidak berjalan dengan baik sehingga untuk bertindak ramah sekali saya membeli untuk setiap orang yang hadir di aula minuman dingin karena saya mau supaya mereka mempunyai sesuatu untuk menghilangkan rasa haus mereka. Saya pesan 500 minuman dengan harga satu dolar masing-masing. Semua uang yang saya miliki terpakai untuk membeli minuman itu, tetapi saya begitu mengasihi orang-orang di aula sehingga saya tidak mau membiarkan mereka haus. Tidak ada keran air dan tidak ada orang yang mempunyai uang untuk membayar minuman sehingga kalau saya tidak membayar harga itu tidak ada orang yang akan mendapat minuman. Oleh karena itu, saya tempatkan minuman dingin itu di depan ke 500 ratus orang dan mengundang: “siapa yang ingin minum, datanglah dan minum minuman gratis. Saya sudah membayarnya.” 

Namun, andaikata ada beberapa orang yang mengatakan, “saya mau minuman diet,” “saya tidak terlalu haus,” “itu bukan minuman favorit saya,” dan mereka semua member alasan untuk menolak undangan saya untuk mengambil minuman dingin yang sudah saya beli dengan segala yang saya miliki, maka semua orang berdiri dan keluar ruangan tanpa minuman dingin mereka. Masalahnya bukan karena minuman itu belum dibayar. Saya tidak perlu membelinya, tetapi saya membayar semuanya karena kasih dan karunia karena saya peduli terhadap orang-orang yang kepanasan dan haus itu. Karena harga yang saya bayar, saya tidak akan membiarkan minuman dingin sebanyak 500 buah ini terbuang. Jadi saya keluar aula dan “memilih” 24 orang dan saya katakan kepada mereka, “Boleh saya bicara sebentar kepada anda? Anda tahu, minuman dingin ini saya beli mahal sekali sehingga saya tidak mau minuman itu terbuang begitu saja. Saya bayar mahal sekali untuk memberi anda minuman segar. Maukah anda masuk kembali dan menikmati apa yang sudah saya beli untuk anda? Saya masih mempunyai minuman dingin di dalam untuk setiap orang yang mau menghilangkan rasa hausnya, dan minuman itu masih tetap gratis.” Kemudian, 24 orang itu memutuskan untuk menerima tawaran saya, dan anda salah satu dari mereka, dan anda menyadari bahwa anda memang haus. Anda mengakui saya benar-benar murah hati sehingga dengan bertindak atas kemauan sendiri anda menerima tawaran saya, kembali ke aula, dan menikmati minuman dingin itu. Saya memilih anda untuk kesempatan ini, dan jika saya tidak memilih anda, anda tidak akan mendapat minuman dingin itu. Namun, anda memutuskan untuk minum karena saya tidak memaksa anda. Jadi, anda masuk lagi, menikmati minuman anda, dan memuji saya karena saya membeli minuman itu untuk anda.

Bagaimana dengan 476 orang lain di luar yang tidak saya hubungi dengan cara khusus itu? Saya tidak bertindak tidak adil terhadap mereka karena saya sudah menawarkan minuman kepada mereka. Bukan hanya itu sebab mereka masih dapat kembali dan datang minum kalau mereka berubah pikiran karena pintu masih terbuka, minuman dingin masih tersedia, dan harga sudah dibayar. Pada hakikatnya, mereka yang memutuskan untuk menerima tawaran saya dan kembali sekarang memperlihatkan bahwa mereka anggota dari kelompok orang-orang terpilih tanpa mengurangi pentingnya bahwa mereka telah membuat pilihan. Yang lain yang pergi dengan rasa haus pergi dalam keadaan itu karena mereka menolak tawaran saya, bukan karena saya tidak keluar untuk memanggil mereka kembali. Mereka yang tidak menikmati minuman itu tidak dapat mempersalahkan saya, dan mereka yang mendapat minuman tidak dapat berterima kasih kepada siapapun kecuali saya karena mereka tidak berbuat apa-apa untuk diberikan minuman itu.

Pada akhirnya, banyak diantara 500 orang itu mungkin menolak tawaran saya, tetapi dalam pilihan itu saya menjamin bahwa paling sedikit 24 orang akan menikmati tawaran saya yang murah hati. Kalvari terlalu mahal bagi Allah dan tidak pantas tawaran-Nya akan keselamatan ditolak semua orang. Jadi, Ia memastikan supaya beberapa orang akan diselamatkan, dan Ia melakukannya sedemikian rupa sehingga siapa yang masih mau boleh datang juga. Kalau mereka tidak datang, itu adalah karena mereka tidak mau datang, bukan karena Allah yang menutup pintu. Ia mendapat kemuliaan dan puji-pujian dalam segala sesuatu”. 16

PENUTUP

Pengajaran tentang pemilihan ini (the doctrine of election) memiliki implikasi praktis bagi orang-orang Kristen, yaitu:

1. Membuat kita takjub akan kebesaran Allah yang bijak, berkuasa dan penuh kasih. Kita semakin memahami kasih Allah yang luar biasa. Ia mengasihi kita ketika kita masih berdosa (Rm. 5:6). Allah juga tidak berhenti mengasihi kita ketika kita nanti melakukan dosa yang sebesar apa pun, karena pada dasarnya Ia memang memilih kita bukan karena kebaikan kita (1Yoh. 1:9).

2. Memotivasi kita untuk mempercayakan seluruh hidup kita kepada Tuhan yang Mahakuasa. Kita meyakini bahwa keselamatan kita tidak bisa hilang, karena rencana Allah tidak bisa gagal. 

3. Memberi semangat bagi kita dalam memberitakan Injil supaya orang dapat selamat. Dan  gigih memberitakan Injil kepada setiap orang bahkan orang yang keras hati, karena kalau orang itu ditetapkan Allah untuk selamat, orang itu suatu ketika pasti akan selamat. 

4. Memberi kepastian karena mengatahui bahwa Allah dengan kedaulatanNya menetapkan dan mengontrol segala sesuatu. Pengetahuan ini bagi kita memberi sukacita dan penghiburan dalam keselamatan yang besar yang telah Tuhan sediakan bagi kita yang dipilih Allah dalam kekekalan.

5. Membawa untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan, karena ajaran pemilihan ini menunjukkan bahwa Allah mengasihi kita, bukan karena siapa kita atau apa yang kita perbuat, melainkan kerena Dia memutuskan untuk mengasihi kita. Dengan demikian respon yang tepat kepada Allah adalah dengan memujiNya selama-lamanya. 

6. Ajaran ini dengan keras menentang kesombongan manusia yang ingin menjalankan kehidupannya sendiri tanpa kesadaran akan kedaulatan Tuhan yang mengontrol segala sesuatu dan yang kepadaNya setiap manusia harus memberikan pertanggungjawaban atas kehidupan dan perbuatannya. 

Roma 11:33-36
(33) O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! (34) Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? (35) Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? (36) Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! 

FOOTNOTE
1. Ryrie, Charles C, 1992. Basic Teologi, Jilid 2, terjemahan, Penerbit Yayasan Andi: Yokyakarta, hal 62.
2. Rick Cornish, 2004. Five Minute Teologian, terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung, hal 205.
3. Erickson J. Millard., 2003. Christian theology, Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 99.
4. Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 215.
5. Williamson, G.I., 2006. Westminster Confession of Faith. Terjemahan, Penerbit  Momentum: Jakarta, hal 58.
6. Beker, Charles. F, 1994. A Dispensasional Theology, terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal 202-206.
7. Erickson J. Millard., 2003. Christian theology, hal 100.
8. Berkhof, Louis, 1993. Teologi Sistematika 1: Doktrin Allah, terjemahan LRII & Penerbit Momentum: Jakarta, hal 207.
9. Beker,  A Dispensasional Theology,  hal 511.
10. Grudem, Wayne A., 2005. Christian Beliefs, terjemahan, Penerbit Metanoia: Jakarta, hal 113.
11. Erickson, Christian theology, hal 100.
12. Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam, hal 119.
13. Williamson, Westminster Confession of Faith, hal 50.
14. Ryrie, Basic Teologi, hal 69.
15. Ibid, hal 65.
16. Evans, Tony, Sungguh-sungguh Diselamatkan, hal 120-122.