Kamis, 26 Juli 2018


CALLED TO FAIL



Surely Isaiah, Israel’s political and religious leader for sixty years, stands among the Lord’s giants who responded to his call to “Go!” But God never limited this call to Bible times. And one doesn’t have to be one of his “giants” to hear his call!
Of course, no time is uncomplicated, undemanding, and trouble-free when God calls! Isaiah had been called to his prophetic office before his signal vision in chapter six while a youth doing his royal duties as a member of the court. Life was always troubling living under the northern storm clouds of Assyria, the mightiest kingdom on earth that time. But King Uzziah, the Churchill of his day, the Jewish leader who had led like a rock against Tiglath-pileser for fifty-two years, suddenly died. Gone! No comparable leader in reserve! What next for God’s people?
Young Isaiah knew well that the northern kingdom had been forfeiting God’s divine protection and Assyria seemed invincible. What about Judah, the southern kingdom? No small wonder why God’s call was so laser-sharp, so galvanizing! Big moments require big vision and courage—and Isaiah responded in sheer awe and self-inadequacy, yet embolded to say prayerfully, “Send me.”
Wow! Many, many through the years have heard that call, but few have responded. Not because they were evil or necessarily selfish, but because they did not buy into the vision that God was laying out. Buying into this vision that comes to each of us who have claimed to have seen the Lord requires no bargaining with the Lord. That is, “if this or that can be arranged.” Or, “if I know when my term will be up.” I think that those this quarter whom we are honoring and endeavoring to reproduce or reflect (if we want to end up where they will end up) never thought more than thirty seconds about these “normal” considerations.
Isaiah was not given a rosy picture of great success. The Lord told him from the get-go that his message would largely go unheeded (Isa. 6:9, 19). Not a great send-off! But he had his message and assignment. No seeker-friendly, marketing program. Foreseeable failure is a tough assignment for a young, talented, highly credentialed young man.
Isaiah saw clearly that the Lord was not programming the future. He was not blinding the eyes or shutting the ears of Isaiah’s audiences. Israel was bringing all this upon themselves by rejecting the waves of warning and invitation that the Lord had been giving them for years. God was doing all he could to awaken interest in the truth about himself and their future but the people, generally, were building their habits of indifference until they could no longer perceive spiritual things. Just the law of cause and consequences that operates so pandemically today!
But his Lord was not finished. Do your duty, Isaiah, be faithful to the truth, and you will always find a “remnant” who will “get it” (chs 6:13; 10:20–22; Rom. 11:5; Rev. 12:17). The first half of Isaiah’s messages was devoted to rallying the loyalists in the northern kingdom. The last half appealed to Judah, the southern kingdom. Same message, same result. But always the remnant exists, then and now.
Our response to this quarter’s lesson, in our day of response-ability to God’s call, is simply, “Here am I, Lord, Send me, whatever, wherever.”
Herbert E. Douglass is a theologian, retired college administrator, and author of twenty-two books who currently lives in Lincoln, California.

Senin, 09 Juli 2018


TANDA TANDA ORANG PERCAYA
ITB  Kis. Rasul 2:1 Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat.
 2 Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;
 3 dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.
 4 Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.
 (Kis. Rasul 2:1-4 ITB)

ITB  Kis. Rasul 19:1 Ketika Apolos masih di Korintus, Paulus sudah menjelajah daerah-daerah pedalaman dan tiba di Efesus. Di situ didapatinya beberapa orang murid.
 2 Katanya kepada mereka: "Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu menjadi percaya?" Akan tetapi mereka menjawab dia: "Belum, bahkan kami belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus."
 3 Lalu kata Paulus kepada mereka: "Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis?" Jawab mereka: "Dengan baptisan Yohanes."
 4 Kata Paulus: "Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus."
 5 Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.
 6 Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat.
 (Kisah Rasul 19:1-6 ITB)

PENDAHULUAN
Beberapa bayi yang baru dilahirkan kerap memiliki tanda lahir di area tertentu pada tubuhnya. Tanda lahir itu dapat berupa bercak berwarna-warni dengan ukuran dan bentuk yang beragam.
Namun tahukah Anda kenapa ada bayi yang memilikinya, tapi ada juga yang tidak? Menurut kepercayaan masyarakat, tanda lahir akan melekat pada bayi jika sewaktu mengandung, sang ibu melihat gerhana bulan. Ada pula yang mengatakan tanda lahir disebabkan oleh masa mengidam ibu hamil yang tidak terpenuhi.
Sebenarnya hingga kini penyebab terbentuknya  tanda lahir pada bayi masih belum bisa dipastikan. Dokterpun tidak tahu kenapa ada bayi yang memiliki tanda lahir dan ada juga yang tidak memilikinya. Jika dilihat dari sisi medis, sebagian tanda lahir disebabkan oleh pembuluh darah yang terkumpul atau tidak tumbuh normal. Sementara tanda lahir lainnya timbul karena zat warna atau pigmen tambahan pada kulit.

PEMBAHASAN
Ada sebagian orang Kristen yang menganggap bahwa berbahasa roh adalah satu-satunya tanda orang yang telah percaya Yesus dan dibaptis Roh Kudus. Apakah tanda itu adalah sesuatu yang mutlak, satu-satunya dan terjadi terus menerus ?
Dari 2 bagian perikop yang kit abaca ada beberapa hal yang dapat kita pelajari sebagai berikut :
1.     Peristiwa pencurahan Roh Kudus dalam Kis. Rasul 2 secara masal dan pertama terjadi sebagai deklarasi kehadiran Roh Kudus (Pentakosta).
Deklarasi ini sebagai penggenapan janji Tuhan Yesus bahwa setelah Ia kembali ke Surga, maka Roh Kudus sebagai pribadi Allah ketiga akan datang (Yoh 14:16).

2.     Peristiwa pencurahan Roh Kudus ini terjadi untuk orang percaya (Kis. Rasul 2 :1).
Peristiwa yang tercatat di Kisah Rasul 2 tidak pernah berulang di tempat lain untuk orang percaya lalu berbahasa roh, kecuali terjadi hanya 1 kali saja untuk orang yang belum percaya dan setelah percaya lalu berbahasa roh (Kisah Rasul 19). Kalau Alkitab mencatat peristiwa khusus hanya sesekali dan tidak berulang, maka harus dicermati sebagai konteks dan tujuan tertentu pada waktu itu saja. Contoh khotbah Petrus yang membuat 3.000 orang bertobat, tetapi tidak dibarengi dengan berbahasa Roh (Kis. Rasul 2 :37-40).

3.     Mereka berkata-kata dalam bahasa lain (Kisah Rasul 2:4). 
Ada 2 penafsiran, artinya dapat ditafsirkan sebagai bahasa roh (glosalalia) atau bahasa-bahasa manusia yang dimengerti sebagai bahasa lokal daerah tertentu (Kisah Rasul 2:7-11).

4.      Kasus khusus terjadi dalam Kis Rasul 19 dan setelah itu tidak terulang lagi.
Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat (Kisah Rasul 19:6).


KALAU BEGITU APA TANDA ORANG PERCAYA ? (Mar 16:17-20 ITB)
17 Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka,
 18 mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh."
 19 Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.
 20 Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.

Berbicara dalam bahasa roh adalah salah satu tanda dan bukan satu-satunya tanda. Yang pokok adalah buah pertobatan untuk meninggalkan hidup lama dan menghidupi hidup baru sesuai 2 Kor 5:17.
Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. 

Lebih jauh rasul Paulus mengatakan bahwa ada bermacam-macam karunia yang diberikan kepada orang percaya seperti tercatat dalam 1 Korintus 12.  Semuanya adalah karunia (pemberian Tuhan) untuk memperlengkapi orang percaya yang berfungsi untuk saling membangun dalam konteks kesatuan tubuh Kristus.

PENUTUP
Mari kita bersyukur untuk setiap jenis karunia yang Tuhan berikan kepada kita dan tidak merasa ‘diri super’ dengan karunia apapun yang ada pada kita. KALAUPUN ADA KARUNIA YANG PALING UTAMA (1 Kor 12:31a), tetapi hal ini merupakan CONTOH YANG DIPAKAI RASUL PAULUS untuk melakukan TEGURAN KERAS kepada jemaat Korintus yang sangat meninggikan karunia bahasa roh tersebut.

Dari segi fungsinya beberapa karunia memiliki manfaat langsung bagi banyak orang, misalnya rasul, nabi, guru, dan nubuat (1 Kor 12:28; 14:4-5). Sebaliknya, beberapa karunia – misalnya bahasa roh – lebih berkaitan dengan manfaat untuk diri sendiri (1 Kor 14:2), kecuali kalau ada orang lain yang menerjemahkannya untuk jemaat (1 Kor 14:5, 13). Intinya, berbeda dengan jemaat Korintus yang memanfaatkan karunia rohani untuk keutamaan dan kesombongan diri sendiri, Paulus justru mengajarkan keutamaan dari karunia-karunia tertentu dalam memberikan manfaat bagi jemaat.
Mungkin ada pertanyaan lain tentang 1 Kor 12:31a, yaitu tentang nasihat yang terkesan anthroposentris (berpusat pada manusia). Di bagian sebelumnya Paulus baru saja menjelaskan bahwa pemberian karunia rohani ditentukan oleh Allah sepenuhnya (1 Kor 12:4-6, 7, 11, 18, 24, 28). Bagaimana mungkin ia memerintahkan jemaat untuk mengupayakan hal tersebut? Bukankah orang Kristen bersikap pasif dalam hal pemberian karunia-karunia rohani dari Allah?

Di mata Paulus kedaulatan Allah dalam menetapkan karunia-karunia rohani tidak bertentangan dengan upaya orang percaya dalam memperoleh hal itu. Ia bahkan menggunakan kata zēloute yang mengandung arti yang lebih tegas daripada sekadar “berusaha memperoleh” (kontra LAI:TB). Hampir semua versi Inggris dengan tepat memilih terjemahan “earnestly desire” (RSN/NASB/ESV), “desire earnestly” (ASV/YLT), “eagerly desire” (NIV), atau – bahkan – “strive for” (NRSV). Kata dasar zēloō muncul di 13:4 dengan arti “cemburu” (juga 2 Kor 11:2; Yak 4:2). Kata yang sama digunakan Paulus sebagai rujukan untuk upaya yang giat dari pengajar sesat dalam menipu jemaat (Gal 4:17-18). Dari data ini terlihat bahwa zēloute/zēloō menyiratkan usaha yang sungguh-sungguh. Ini bukan sekadar keinginan yang biasa, tetapi hasrat yang besar. Ini bukan hanya menyiratkan upaya yang seadanya, tetapi keseriusan dan kedisiplinan (bentuk present tense dari kata perintah zēloute menyiratkan usaha yang terus-menerus).

Bagaimana cara kita mengupayakan karunia rohani yang lebih utama? Paulus akan menjawab: berdoa! (1 Kor 14:13). Sebagian gereja modern sudah mendorong jemaat mereka untuk berdoa agar diberi karunia rohani tertentu. Persoalannya, mereka justru mendoakan karunia bahasa roh yang tidak secara langsung dan tidak secara jelas membangun jemaat lain. Dengan kata lain, mereka sedang mengejar karunia yang tidak utama. Mereka seharusnya ‘berambisi’ untuk karunia-karunia rohani yang membawa manfaat besar bagi orang lain. Paulus berkali-kali mendorong jemaat untuk menginginkan nubuat dari pada bahasa roh (1 Kor 14:1, 5, 24, 31, 39), karena nubuat lebih berguna bagi seluruh jemaat. Dalam beberapa literatur karunia bernubuat ini bukan melulu berarti meramal untuk masa depan, tetapi dapat juga berarti mengajar.

Amin. Tuhan memberkati kita.





Eksposisi 1 Korintus 12:31

Eksposisi 1 Korintus 12:31
Ayat ini memiliki dua fungsi sekaligus. Di satu sisi, nasihat Paulus di ayat 31a merupakan penutup bagi pembahasan sebelumnya (12:1-30). Di sisi lain, ayat 31b merupakan transisi ideal bagi topik kasih di pasal 13. Melalui ayat ini Paulus ingin mengajarkan bahwa menginginkan dan mengejar karunia tertentu tidak selalu keliru, namun hal itu harus dilakukan dengan cara yang tepat. Karunia-karunia rohani bukan alat untuk mengejar status sosial maupun spiritual tertentu, melainkan sarana untuk mengasihi orang lain.

Usaha memperoleh karunia-karunia yang lebih utama (ayat 31a)

Bagian yang pendek ini mengandung beragam kesulitan yang perlu diputuskan dahulu sebelum kita bisa memahami maksud Paulus di ayat ini. Yang pertama berkaitan dengan tata bahasa. Kata zēloute (LAI:TB ‘berusahalah untuk memperoleh’) bisa berbentuk kata kerja indikatif (pernyataan) maupun imperatif (perintah). Jika ini adalah indikatif, maka Paulus hanya sekadar menyinggung apa yang sudah dilakukan oleh jemaat Korintus (ayat 31a), dan ia hanya memberikan nasihat tentang hal lain yang lebih baik (ayat 31b). Jika imperatif yang benar, maka Paulus sedang memerintahkan jemaat untuk memperoleh karunia-karunia yang lebih utama.
Beberapa penafsir mengambil pilihan yang pertama. Persoalan dalam jemaat Korintus menurut mereka adalah ambisi yang berlebihan atas karunia-karunia tertentu. Di tengah situasi seperti ini Paulus tidak mungkin memerintahkan mereka untuk mengejar karunia rohani. Mereka tidak perlu diajar untuk mengejar karunia-karunia rohani yang lebih utama. Justru karena ambisi itulah mereka saling berselisih.
Pembacaan yang lebih teliti akan menghasilkan penafsiran yang berbeda. Kata zēloute muncul beberapa kali dalam pembahasan Paulus tentang karunia rohani (14:1, 39). Dalam dua teks ini zēloute jelas berbentuk imperatif (14:1 “Kejarlah kasih itu dan berusahalah memperoleh karunia-karunia Roh”; 14:39 “usahakanlah dirimu memperoleh karunia untuk bernubuat”). Mengingat bentuk kata kerja yang digunakan dan konteks pembicaraan di 12:31, 14:1 dan 14:39 adalah sama, tidak ada alasan untuk menerjemahkan zēloute di 12:31 secara berbeda dari yang lainnya. Dalam hal ini semua penerjemah terlihat sepakat untuk mengambil zēloute sebagai kata perintah.
Kesulitan kedua tentang 12:31 adalah nuansa dari perintah Paulus. Sebagaimana kita ketahui, Paulus beberapa kali menggunakan bahasa sindiran dalam surat 1 Korintus (misalnya 4:8-13). Ia beberapa kali menyitir ucapan jemaat Korintus, lalu mengoreksi ucapan itu (6:12; 8:1, 4; 10:23). Mungkinkah perintah di 12:31a bersifat sindiran (misalnya “kejarlah karunia-karunia rohani yang kamu anggap lebih besar, hal itu akan semakin memperburuk keadaanmu!”), sedangkan 12:31b sebagai koreksi terhadap hal itu?
Sekali lagi, pemunculan kata zēloute di 14:1 dan 14:39 yang tidak mengandung nada sindiran tampaknya mengarah pada kesimpulan sebaliknya. Paulus terlihat bersungguh-sungguh dengan perintahnya di 12:31a. Lagipula, tidak ada indikasi apa pun bahwa di ayat 31a Paulus sedang mengutip ucapan jemaat Korintus. Sebagai tambahan, fungsi 12:31 sebagai transisi bagi pembahasan tentang kasih (13:1-13) akan terlihat sedikit janggal apabila Paulus memaksudkan 12:31a sebagai sebuah sindiran yang sarkastik.
Kunci untuk memahami semua ini terletak pada kata ta charismata ta meizona (LAI:TB ‘karunia-karunia yang paling utama’; KJV ‘karunia-karunia terbaik’; RSV/ESV ‘karunia-karunia lebih tinggi’; NASB/NRSV/NIV ‘karunia-karunia yang lebih besar’). Apakah yang dimaksud dengan karunia-karunia yang lebih utama ini? Sebagaimana kita sudah bahas dalam khotbah sebelumnya, walaupun semua karunia berasal dari Roh yang sama (12:11), namun beberapa karunia bisa dikatakan lebih utama daripada yang lain dari sisi manfaat bagi orang banyak. Beberapa karunia memiliki manfaat langsung bagi banyak orang, misalnya rasul, nabi, guru, dan nubuat (12:28; 14:4-5). Sebaliknya, beberapa karunia – misalnya bahasa roh – lebih berkaitan dengan manfaat untuk diri sendiri (14:2), kecuali kalau ada orang lain yang menerjemahkannya untuk jemaat (14:5, 13). Intinya, berbeda dengan jemaat Korintus yang memanfaatkan karunia rohani untuk keutamaan dan kesombongan diri sendiri, Paulus justru mengajarkan keutamaan dari karunia-karunia tertentu dalam memberikan manfaat bagi jemaat.
Kesulitan ketiga tentang 12:31a adalah nasihat yang terkesan anthroposentris (berpusat pada manusia). Di bagian sebelumnya Paulus baru saja menjelaskan bahwa pemberian karunia rohani ditentukan oleh Allah sepenuhnya (12:4-6, 7, 11, 18, 24, 28). Bagaimana mungkin ia memerintahkan jemaat untuk mengupayakan hal tersebut? Bukankah orang Kristen bersikap pasif dalam hal pemberian karunia-karunia rohani dari Allah?
Di mata Paulus kedaulatan Allah dalam menetapkan karunia-karunia rohani tidak bertentangan dengan upaya orang percaya dalam memperoleh hal itu. Ia bahkan menggunakan kata zēloute yang mengandung arti yang lebih tegas daripada sekadar “berusaha memperoleh” (kontra LAI:TB). Hampir semua versi Inggris dengan tepat memilih terjemahan “earnestly desire” (RSN/NASB/ESV), “desire earnestly” (ASV/YLT), “eagerly desire” (NIV), atau – bahkan – “strive for” (NRSV). Kata dasar zēloō muncul di 13:4 dengan arti “cemburu” (juga 2 Kor 11:2; Yak 4:2). Kata yang sama digunakan Paulus sebagai rujukan untuk upaya yang giat dari pengajar sesat dalam menipu jemaat (Gal 4:17-18). Dari data ini terlihat bahwa zēloute/zēloō menyiratkan usaha yang sungguh-sungguh. Ini bukan sekadar keinginan yang biasa, tetapi hasrat yang besar. Ini bukan hanya menyiratkan upaya yang seadanya, tetapi keseriusan dan kedisiplinan (bentuk present tense dari kata perintah zēloute menyiratkan usaha yang terus-menerus).
Bagaimana cara kita mengupayakan karunia rohani yang lebih utama? Paulus akan menjawab: berdoa! (14:13). Sebagian gereja modern sudah mendorong jemaat mereka untuk berdoa agar diberi karunia rohani tertentu. Persoalannya, mereka justru mendoakan karunia bahasa roh yang tidak secara langsung dan tidak secara jelas membangun jemaat lain. Dengan kata lain, mereka sedang mengejar karunia yang tidak utama. Mereka seharusnya ‘berambisi’ untuk karunia-karunia rohani yang membawa manfaat besar bagi orang lain. Paulus berkali-kali mendorong jemaat untuk menginginkan nubuat daripada bahasa roh (14:1, 5, 24, 31, 39), karena nubuat lebih berguna bagi seluruh jemaat.
Nasihat untuk giat dalam pengupayaan dan penggunaan karunia-karunia Roh merupakan hal yang perlu diulang-ulang. Kita kadangkala memadamkan Roh dan meremehkan karunia-karunia rohani (1 Tes 5:19-20). Situasi tertentu dapat melemahkan hasrat kita terhadap pekerjaan Roh, karena itu kita tidak boleh lalai (1 Tim 4:14), bahkan kita harus terus-menerus mengobarkan karunia Allah (2 Tim 1:6).

Jalan yang lebih utama (ayat 31b)

Kalau di ayat 31a Paulus berbicara tentang karunia-karunia rohani (ta charismata), sekarang ia mengajarkan tentang sebuah jalan (hodon). Kalau karunia-karunia Roh di ayat 31a disebut lebih utama (lit. ‘lebih besar’, meizona), jalan di ayat 31b disebut lebih utama (lit. ‘lebih luar biasa’, kath’ hyperbolēn). Penyelidikan konteks menunjukkan bahwa jalan yang lebih utama ini adalah kasih (13:1-13).
Di suratnya yang lain Paulus juga menghubungkan karunia-karunia rohani dengan kasih. Sesudah mengajarkan penggunaan karunia Roh yang sesuai dengan ukuran iman dan pemberian Allah (Rom 12:3-8), Paulus melanjutkan pembahasan tentang kasih (Rom 12:9-11). Sebaliknya, sebelum membicarakan tentang perbedaan karunia Roh (Ef 4:7-16), Paulus menyinggung tentang kasih (Ef 3:18-4:6).
Apakah dengan menyebut kasih sebagai ‘jalan yang lebih utama’ Paulus sedang mengajarkan kasih sebagai syarat memperoleh karunia rohani? Tidak! Semua orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan (12:1-3) pasti akan diberi karunia rohani (12:7-11), tidak peduli apakah orang itu sudah memiliki kehidupan yang baik di dalam hal mengasihi. Paulus bahkan menyinggung tentang orang-orang tertentu yang memiliki karunia yang ‘spektakuler’ tetapi gagal menunjukkan kasih dalam hidup mereka (13:1-3). Kita juga tidak boleh lupa bahwa kebersamaan dalam jemaat adalah tujuan – bukan syarat - pemberian karunia rohani (12:7). Ada kemungkinan orang menggunakan karunia rohani tanpa melibatkan kasih kepada sesama. 
Lalu apa maksud Paulus menyebut kasih sebagai jalan? Dalam hal ini kita perlu memahami bahwa penekanan pada perintah Paulus di 12:31 terletak pada ‘karunia-karunia yang lebih utama’; dalam arti karunia-karunia yang  lebih bermanfaat bagi banyak orang. Nah, perintah ini tidak mungkin akan dilakukan oleh jemaat Korintus apabila mereka tidak memiliki kasih kepada sesama. Kasih seharusnya menjadi dorongan dalam mengupayakan karunia-karunia rohani dan ciri khas dalam menggunakan karunia-karunia tersebut.
Berdoa agar kita diberi karunia-karunia Roh tertentu yang lebih bermanfaat bagi jemaat adalah baik (12:31a; 14:13). Walaupun demikian, hal itu tidak akan berarti apa-apa jika tidak diimbangi oleh kasih (13:1-3). Keinginan untuk melakukan lebih banyak bagi orang lain harus dilandasi oleh kasih. Jikalau tidak, keinginan itu pasti bersifat manipulatif yang egosentris (hanya untuk kepentingan, keuntungan, dan kebanggaan kita sendiri). Dosa ini terjadi dalam jemaat Korintus. Mereka berambisi dan mengeksploitasi karunia-karunia tertentu yang dipandang bisa menaikkan status sosial maupun spiritual mereka.
Keutamaan kasih bagi kebersamaan jemaat memang sulit untuk dibantah. Tidak setiap orang memiliki karunia yang sama, tetapi semua orang bisa dan harus memiliki kasih. Dengan demikian kasih dapat dikatakan sebagai “karunia universal” (bapa gereja John Chrysostom). Soli Deo Gloria.

Selasa, 03 Juli 2018


BAGIAN YANG DITENTUKAN

Kolose 3:22-24
22 Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan.
 23 Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
 24 Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.

Pendahuluan
Jemaat di Kolose terdiri dari orang-orang Yahudi dan non Yahudi dengan status sebagai budak atau mantan budak. Itulah sebabnya mengapa rasul Paulus mengatakan bahwa hamba-hamba (doulos) harus menuruti para tuannya.
Status budak adalah seseorang yang tidak mempunyai hak apapun atas dirinya sendiri, karena ia telah dibeli dari pasar budak dan menjadi semacam ‘properti’ tuannya. Dia bekerja dengan tidak diberi upah dan bahkan dapat diperlakukan sekehendak hati oleh tuan atau majikannya.

Pembahasan
Rasul Paulus meminta para budak agar menaati tuannya dalam segala hal dengan motivasi ketulusan hati, karena takut akan Tuhan. Tuan itu dalam bahasa Inggris dipakai kata Master atau kurios dalam Bahasa Yunani yang dapat diartikan Tuan/Master/Lord atau Tuhan itu sendiri. Mungkin oleh karena kekuasaannya yang mutlak atas budak, maka tidak heran kalau dikonotasikan dengan Tuhan.

Dalam status dan perlakuan seperti itu, firman Tuhan mengatakan sebaliknya bahwa dari Tuhanlah para budak itu akan menerima bagian yang ditentukan sebagai upah (ayat 24).

Bagian yang ditentukan itu sebagai upah (reward) dalam Bahasa Yunani adalah kleronomia yang berarti warisan yang diberikan sebagai milik (properti) bagi seseorang. Pemikiran ini sangat bertolak belakang dengan konsep budak yang tidak akan mendapat apapun seperti yang dijelaskan di awal.

Rasul Paulus ingin mengatakan bahwa sebagai jemaat yang sudah percaya Tuhan Yesus, maka ada warisan sebagai hamba Allah di Surga yang pasti akan diterima. Kristus adalah Tuan kita yang sesungguhnya yang akan memberkati kita sebagai hamba-hamba-Nya.

Penutup
Apapun beban hidup kita di dunia ini, marilah kita menaruh harapan kita kepada Tuhan. Di manapun posisi kita, baik sebagai karyawan, pengusaha atau apapun, ingatlah bahwa kita adalah  manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya; sehingga tidak ada lagi perbedaan status di hadapan Tuhan.

Pikirkanlah perkara-perkara di atas, dengan cara hiduplah bagi Tuhan dan menanggalkan segala kenajisan hidup kita (pikiran, perkataan dan perbuatan). Hiduplah dengan status yang baru sebagai orang-orang yang hidup di dalam Kristus.

Kolose 3:11: dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.

Amin. Tuhan memberkati kita.