Kelahiran Dari Anak Dara
Penulis_artikel:
John Rw Stott
Isi_artikel:
Bishop David Jenkins
meragukan bahkan menyatakan penyangkalannya mengenai realita sejarah mengenai
kelahiran dari anak dara. Ia menyebutnya sebagai natur
simbolis dan mitologis kisah kelahiran dari anak dara. Dalam suratnya Desember
1984 ia menulis bahwa sekelompok orang tidak dapat mengerti, atau tidak akan
mendengarkan, point bahwa banyak dari kisah Alkitab adalah direalitakan, tidak
dengan menjadi literatur yang benar, tapi karena menjadi
simbol yang diinspirasikan oleh iman yang hidup mengenai aktifitas nyata dari
Allah.
Tapi banyak dari kritik bishop tidak selalai dan
juga tidak sekeras kepala seperti yang ditunjukkannya. Kita tahu dengan baik
bahwa ada jenis literatur yang disebut mitos yang
memasukkan kebenaran dalam bentuk sejarah tanpa menyatakan bahwa itu bersifat
sejarah. Ini tidak termasuk dalam perdebatan di antara kita. Banyak mitos kafir
yang beredar dalam abad pertama, termasuk yang berasal dari Yunani dan Mesir
asli mengenai satu dewa juruselamat yang lahir dari anak dara yang memerintah
langit dan laut. Tapi kisah-kisah ini membuktikan sendiri bahwa mereka adalah
mitos. Orang tidak percaya bahwa kisah itu adalah sejarah. Pertanyaannya adalah
apakah para penulis Injil dengan sengaja menulis mitos ketika mereka
mengisahkan kelahiran dari anak dara dan apakah mereka bermaksud untuk memberi
pengertian semacam itu kepada kita. Jawaban saya: "Jelas tidak!".
Profesor Henry Chadwick dalam artikelnya menunjukkan bahwa di dalam Pengakuan
Iman Rasuli adalah pernyataan yang tercatat dalam sejarah dan ada yang puitis.
Kalimat Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa termasuk dalam pengertian puitis
tetapi Ia dilahirkan oleh Anak Dara Maria dan Pada hari yang ketiga Ia bangkit
dari antara orang mati termasuk pernyataan yang berdasarkan sejarah.
Benar bahwa hal kelahiran Yesus dari anak dara
tidak mendapat penekanan sebanyak yang terjadi dalam hal mengenai kematian dan
kebangkitanNya dalam Perjanjian Baru. Tidak ada dalam khotbah-khotbah awal Petrus
dalam Kisah Rasul maupun kesimpulan Paulus mengenai Injil dalam I Korintus 15
yang menyinggung mengenai kelahiran Yesus dari anak dara. Meskipun keempat
penulis Injil sesungguhnya menuliskan seperti yang dikatakan Markus Injil
mengenai Yesus Kristus (Markus 1:1), dan meskipun Matius dan Lukas dalam Injil
mereka mencatat mengenai kelahiran dari anak dara, tapi tidak ada tempat dalam
Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa catatan itu menjadi bagian integral
dengan Kabar Baik. Meskipun demikian jelas diajarkan dalam Injil dan sejak itu
menjadi kepercayaan yang diterima dengan suara bulat dari gereja universal.
Pengajaran dan tradisi ini tidak bisa begitu saja
dikesampingkan. Selain itu, adalah suatu hal yang serasi bahwa Satu Pribadi
yang supranatural (yang adalah Allah dan manusia) harus memasuki, seperti juga
meninggalkan dunia ini, dengan cara yang supranatural.
Serangan atas kelahiran dari anak dara bukanlah
hal yang baru. Sebaliknya mereka sama tuanya dengan kekristenan itu sendiri.
Dalam abad pertama banyak orang Yahudi Ebionit dan sekte tertentu dari Gnostik
menyangkal keilahian Yesus dan oleh sebab itu menghilangkan kisah kelahiran
dari anak dara. Dalam abad kedua, bidat Marcion, yang menolak sepenuhnya
Perjanjian Lama, mempublikasikan satu versi dari hanya satu Injil (Lukas)
dengan mengabaikan kedua pasal pertamanya. Kemudian golongan rasionalis dan
skeptis dari setiap abad meragukan atau meremehkan kelahiran dari anak dara.
Contohnya Renan, humanis dari Perancis dengan bukunya Vie de Je'sus yang menimbulkan
sensasi ketika beredar dalam tahun 1863, memulai bab keduanya demikian:
"Yesus dilahirkan di Nazaret, sebuah kota
kecil di Galilea, yang sebelumnya tidak melahirkan orang yang terkenal....
Ayahnya Yusuf dan ibunya Maria adalah orang-orang
dari kalangan bawah." Kritik ini biar bagaimana pun juga berasal dari luar
gereja.
Yang baru sekarang ini adalah pandangan mereka
ditoleransi di dalam gereja, bahkan di antara pemimpin gereja yang seharusnya
dengan khidmat menjaga dan mengajarkan iman Kristen yang bersejarah. Pada awal
abad ini penahbisan William Temple ditunda dua tahun sampai ia yakin mengenai
kelahiran Yesus dari anak dara dan kebangkitan tubuh, dan dalam 1917 dan 1918
Kepala bishop Randall Davidson menolak untuk menahbiskan Hensley Henson yang
sedang dicalonkan untuk menjadi Bishop of Hereford, sampai ia mampu memberikan
jaminan yang memuaskan bahwa ia tidak menyangkal doktrin-doktrin dalam
Pengakuan Iman Rasuli. Sebab Kepala Bishop John Habgood menahbiskan David
Jenkins tanpa menerima jaminan yang sama sehingga banyak dari kita diganggu
oleh pandangan yang mendukakan ini.
Mungkin bijaksana jika pada point ini menjelaskan
pengertian dari kelahiran dari anak dara. Ada
ekspresi yang salah, karena menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa mengenai
kelahiran Yesus, sementara kelahiranNya seluruhnya adalah normal dan alamiah.
Penghamilannya yang tidak biasa, karena sesungguhnya bersifat supernatural;
karena ia diyakinkan dengan pekerjaan dari Roh Kudus, tanpa kerjasama dari
seorang bapa manusiawi.
Dalam diskusi kita mengenai kelahiran dari anak
dara, ada dua pertanyaan yang perlu ditanyakan. Yang pertama mengenai
kesejarahannya (Apakah itu sungguh-sungguh terjadi?) dan yang kedua adalah
signifikansinya (Apakah yang terjadi?)
Kesejarahan mengenai kelahiran dari anak dara
Ketika kita menimbang bukti-bukti sejarah untuk
kelahiran dari anak dara, ada empat bukti harus dipikirkan. Pertama, kesaksian
dari para penulis Injil: Matius dan Lukas keduanya menanggung dualitas
kesaksian mengenai keperawanan dari Maria. Benar, mereka menelusuri jejak
genealogi Yesus melalui Yusuf dan tidak dirintangi dalam menunjuk kepada Yusuf
sebagai bapak dari Yesus. Tapi setelah ia menikah dengan Maria, ia adalah ayah
yang sah dari Yesus. Maka tidak ada kesulitan di sini. Faktanya adalah bahwa
menurut penulis Injil pertama dan ketiga, ketika Maria mengandung ia
bertunangan, bukan menikah dengan Yusuf, dan ketika Yesus dilahirkan ia tetap
seorang perawan. Lagipula cukup jelas bahwa Matius dan Lukas mempercayai hal
ini. Mereka menulis dalam bentuk prosa bukan puisi, sebuah sejarah dan bukan
mitos. Beberapa sarjana memperdebatkan bahwa Matius pada khususnya (bukan
Lukas, yang mengklaim pengusutan sejarah telah diperhatikan) tidak cenderung
untuk menuliskan sebuah narasi murni sejarah, tapi ia bebas mengembangkan dan
membubuhi sumber-sumbernya sehingga akibatnya adalah sebuah midrash, yaitu
pencampuran sejarah dengan yang non-sejarah, yang (lebih lanjut dikatakan)
merupakan sebuah bentuk yang biasa yang dikenal dalam literatur
Yahudi pada jamannya. Namun demikian perkiraan ini jauh dari pembuktian. Bukti
kurang dalam tiga area kritis: pertama, bahwa itu merupakan genre literatur
yang biasa pada waktu itu (tidak kelihatan menjadi seperti demikian sampai abad
kedua); kedua bahwa Matius cenderung untuk menulis Midrash (ia pasti tidak
membumbui Perjanjian Lama dengan fiksi, seperti yang dilakukan oleh para
penafsir Midrash; dan ketiga bahwa orang-orang pada jamannya itu mengertinya
untuk menggunakan bentuk khusus ini (yang tidak dilakukan oleh bapak-bapak
gereja pada awal gereja). Selain itu, ketika seseorang membaca injil Matius
dengan segar, ia didorong oleh detail konteks sejarah dari kelompok orang,
tempat-tempat dan waktu yang di dalamnya ia letakkan dalam kisahnya.
Jika ditekankan bahwa Matius dan Lukas percaya
bahwa Maria adalah ibu Yesus adalah seorang dara, lalu timbul pertanyaan:
mengapa Markus dan Yohanes tidak mengatakan demikian juga? Dan mengapa sisa
dari Perjanjian Baru membisu mengenai kelahiran Yesus dari anak dara? Dalam menjawabnya,
kita mulai dengan mengingat bahwa argumen bisu jelas tidak dapat diandalkan.
Contohnya, Markus dan Yohanes tidak mengatakan apa-apa mengenai masa kecil
Tuhan Yesus, tapi kita tidak mengkonklusikan dari hal ini bahwa Yesus tidak
pernah mempunyainya. Kemudian ada bukti tidak langsung bahwa Yohanes tidak tahu
mengenai masalah ini dan percaya kelahiran dari anak dara. Saya tidak hanya
berpikir mengenai pernyataan agungnya bahwa "Firman telah menjadi daging
dan tinggal ... di antara kita." (Yohanes 1:14), tetapi juga mengingat
kembali pernyataan bahwa Yesus "datang dari atas", "turun dari
surga", "diutus oleh Bapa", "datang ke dalam dunia."
Beberapa intervensi supranatural menjadi penting untuk membuat hal-hal ini
dapat diterima.
Fakta bahwa Markus dan Yohanes mengabaikan kisah
Kristus sebenarnya tidak relevan untuk alasan sederhana bahwa mereka tidak
diharuskan untuk menulis hanya tentang kelahiran dan masa kecil Yesus saja.
Mereka berdua memilih untuk memulai kisah dari Yohanes Pembaptis. Point signifikansi
adalah hanya dua penginjil yang menekankan penjelasan kelahiran Yesus dan
menyatakan bahwa Ia dilahirkan dari seorang dara.
Faktor kedua yang perlu dipikirkan adalah
keotentikan suasana yang disinggung dalam kisah. Ketika kita membaca
pasal-pasal awal dari Matius dan Lukas. Kita dibawa kembali kepada hari-hari
akhir dari Perjanjian Lama. Zakaria dan Elisabet, Yusuf, Maria, Simeon dan Hana
adalah orang-orang beribadah dari Perjanjian Lama yang memandang dan menantikan
kerajaan Allah. Konteksnya kaya dengan kesalehan khas Perjanjian Lama. Bahasa, gaya dan susunan dari
cerita-cerita adalah seluruhnya berciri Ibrani. Jauh dari tambahan legenda yang
kemudian. Kisah-kisah ini terdengar dan terasa seperti ditulis pada masa sangat
awal.
Sebagai tambahan, kisah-kisah ini mengungkapkan
kesederhanaan dan kebijaksanaan. Sesungguhnya cerita-cerita kafir pada masa itu
mengisahkan mengenai dewa-dewa yang melakukan hubungan seks dengan manusia
perempuan. Tetapi pada tempat dari mitos yang sadis dan fantastik itu, para
penginjil bungkam. Mereka memperlakukan keintiman yang suci mengenai
dikandungnya Yesus dengan cara yang paling halus.
Ketiga, kita harus menanyakan tentang keaslian
cerita kelahiran anak dara. Kisah Matius dan Lukas memiliki kesamaan inti.
Mereka berdua menunjukkan hubungan kehamilan Maria dengan Roh Kudus, bukan
Yusuf dan mereka juga menunjukkan kepada problem dan kekuatiran yang disebabkan
oleh keperawanannya. Tetapi perhitungan mereka jelas berdiri sendiri (tidak ada
bukti persekongkolan), saling melengkapi (mereka mengisahkan dari perspektif
yang berbeda). Lukas menulis pengumuman kepada Maria dan kebingungannya seperti
bagaimana dia dapat menjadi seorang ibu sementara belum menikah. Matius, di
lain pihak, menulis penemuan Yusuf bahwa Maria hamil dan kebingungannya,
keputusan untuk menceraikan Maria karena itu bukan anaknya, dan mimpinya di
mana di dalamnya Allah mengatakan kepadanya untuk mengambil Maria sebagai
seorang istrinya. Pada puncaknya, fakta harus datang dari Maria dan Yusuf
sendiri, baik dalam bentuk tulisan atau bentuk perkataan. Selama Lukas dua
setengah tahun bebas di Palestina, yang saya hubungkan, tampak segala
kemungkinan bahkan kemungkinan bahwa ia bertemu dengan Dara Maria secara
pribadi dan menerima cerita dari bibirnya sendiri. Dalam seluruh keadaan,
bukti-bukti dari dalam menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Baru kita memiliki
dua kisah asli, pada awal, yang terpisah, yang berbicara mengenai kelahiran
anak dara, masing-masing berdiri sendiri, satu sama lain saling melengkapi,
yang satu dari Yusuf, yang lain dari Maria.
Faktor keempat yang kita akan lihat adalah gosip
mengenai kelahiran di luar nikah dari Yesus. "Fakta pertama dan paling
tidak bisa dibantah mengenai kelahiran Yesus" tulis JAT Robinson,
munculnya dari Wedlock. Satu pilihan yang tidak berbukti bahwa Yesus adalah
anak sah dari Yusuf dan Maria. Hanya satu pikiran terbuka bagi kita antara
kelahiran anak dara dan kelahiran di luar nikah.
Jelas bahwa gosip kemungkinan kelahiran di luar
nikah dari Yesus sudah tersebar selama ia terjun melayani dalam masyarakat
dalam usaha untuk menjatuhkanNya. Contohnya: ketika Ia mengemukakan bahwa pasti
orang Yahudi yang tidak percaya tidak memiliki Abraham sebagai bapa, tapi si
jahat. Mereka membantah, "Kami bukan anak-anak haram!" yang sepertinya
sebagai sindirian bahwa itulah Ia (Yohanes 8:41). Pada lain kesempatan, kali
ini dalam kotaNya sendiri, ketika orang-orang diserang oleh pengajaranNya,
mereka bertanya, "Tidakkah ini anak Maria?" (Markus 6:3). Dalam
lingkungan patriakh ini adalah pembicaraan yang menghina, sindiran yang tidak
mungkin meleset. Kemudian dalam kesempatan ketiga, orang-orang tidak percaya
bertambah, berteriak kepada seorang buta sejak lahir yang disembuhkan oleh
Yesus (Yohanes 9:29). Gosip ketidaksahan Yesus bertahan lama setelah
kematianNya. Dalam Talmud Yahudi hal ini menjadi jelas. Dalam abad III sarjana
Kristen Origen harus menjawab kritik hinaan dari Celsus bahwa Yusuf membawa
Maria keluar dari rumahnya karena ia telah berjinah dengan seorang serdadu
bernama Panthera. Bagaimana dalam dunia ini dapat timbul gambaran dan fitnahan
kecuali telah diketahui bahwa Maria telah mengandung ketika Yusuf menikahinya?
Betapa tidak menyenangkannya gossip ini tetapi inilah bukti nyata dari
kelahiran anak dara.
Signifikansi dari Kelahiran anak dara
Kita maju sekarang dari bukti kesejarahan
kelahiran anak dara kepada pertanyaan mengenai signifikansinya: Apa yang
terjadi? Kita telah mencatat bahwa kelahiran Yesus tidak mendapat penekanan
dalam Perjanjian Baru yang sama seperti kebangkitanNya, bukan merupakan suatu
kejutan kecil, sejak kebangkitanNya dipublikasikan dan mempunyai saksi mata,
sementara kelahiran anak dara adalah hal yang bersifat sangat pribadi dan tidak
mempunyai saksi. Tapi jurusan yang dipakai para pengritik untuk menyerang
menunjukkan bahwa mereka mengenali kepentingannya.
Catatan Lukas mengenai pengumuman itu: Lukas
1:26-36:
Dalam bulan yang keenam Allah
menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota
di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan
seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika
malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata, "Salam, hai engkau yang
dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan
itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu
kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di
hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang
anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar
dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan
kepadaNya takhta Daud, bapa leluhurNya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum
keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan."
Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena
aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan
turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu
anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan
sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-
laki pada hari tuanya dan inilah bulan keenam bagi dia, yang disebut mandul
itu. "
Setelah malaikat memberi salam kepada Maria
sebagai seorang yang mendapat anugerah khusus dan kehadiran Allah,
pemberitahuannya kepada Maria mengenai tujuan Allah ada dalam dua tahap, yang
saling berkaitan satu dengan yang lain. Yang pertama menekankan kesinambungan
Anaknya dengan masa lalu, karena Maria akan mengandungNya. Yang kedua
menekankan ketidaksinambunganNya, bahkan keunikanNya, karena Roh Kudus akan
menaungiNya.
Dalam bagian pertama (ayat 30-34) malaikat
mewartakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang putra, Ia akan
menjadi "besar" (dinamakan Yesus dan Putra Yang Maha Tinggi, yang
berhubungan dengan pekerjaan penyelamatan MesianikNya) dan bahwa Ia akan
memerintah di atas takhta BapaNya, Daud, dan memerintah atas rumah Yakub
selama- lamanya. Dengan kata lain, Ia akan mewarisi dari ibuNya: kemanusiaan
("engkau akan .... melahirkan seorang putra") dan posisiNya di takhta
Mesianik. Paling sedikit inilah yang diimplikasikan. Dengan yakin rasul Paulus
kemudian menekankan hal ini ketika menuliskan bahwa Yesus "dalam naturNya
sebagai manusia adalah keturunan Daud" (Roma 1:3). Pada waktu yang
bersamaan, Yusuf secara eksplisit dijelaskan sebagai keturunan Daud. Dengan
menamai Yesus (Matius 1:21,25), ia menerimaNya sebagai Putranya, dan dengan
menerimaNya, membuktikan Ia mempunyai hak-hak legal sebagai anak sah.
Dalam bagian yang kedua (ayat 35) malaikat
melanjutkan mengatakan bahwa Roh Kudus akan berada di atas Maria dan kuasa dari
Yang Maha Tinggi akan menaunginya (awan dalam Alkitab adalah simbol dari
kehadiran Allah). Dan oleh sebab itu anak yang akan dilahirkannya adalah unik,
sebagai Yang Suci (berhubungan dengan ketidakberdosaanNya) dan Anak Allah (yang
membuktikan dalam pengertian lebih dalam dari pada sebutan sebagai Mesias).
Dalam cara ini diumumkan kepada Maria bahwa
kemanusiaan dan kemesiasan anaknya akan keluar daripadanya, ibu yang akan
mengandung dan melahirkanNya, sementara ketidakberdosaan dan keilahianNya akan
keluar dari Roh Kudus yang akan menaunginya dengan kuat kuasaNya. Kesinambungan
akan terlihat pada kelahiran naturalNya melalui Maria, dan ketidaksinambungan
dengan kehamilan supranatural melalui Roh Kudus. Ia akan menjadi keturunan Adam
melalui kelahiranNya, tetapi diangkat menjadi Adam kedua (kepala dari
kemanusiaan yang baru) melalui dikandungNya dari Roh Kudus.
Sebagai akibat dari kelahiran anak dara (yaitu,
kebenaran dari Pengakuan Iman Rasuli bahwa Ia dikandung oleh Roh Kudus,
dilahirkan dari Anak Dara Maria), Yesus Kristus secara bersamaan adalah anak
Maria dan Anak Allah, manusia dan ilahi, Mesias dari keturunan Daud dan
Juruselamat yang tidak berdosa bagi orang-orang berdosa. Karena Allah adalah
bebas dan maha-kuasa dan kita tidak mempunyai kebebasan untuk membatasiNya,
tanpa diragukan lagi Ia dapat melaksanakan tujuan ini melalui beberapa cara
lain. Tapi Perjanjian Baru membuktikan bahwa Ia memilih cara melalui kelahiran
anak dara, dan tidak sulit untuk mengerti kemasukakalan dan kelayakannya.
Respon Maria terhadap pengumuman dari malaikat
menyentuh kekaguman langsung kita. "Aku adalah hamba Tuhan," ia
berkata, "Jadilah kepadaku seperti yang kau katakan." Sekali tujuan
dan metode Allah dijelaskan kepadanya, ia tidak keberatan. Keseluruhannya
takluk kepadaNya. Ia mengekspresikan kerelaan totalnya untuk menjadi anak dara
sebagai ibu dari Anak Allah. Jelas itu adalah hak istimewa baginya: "Yang
Maha Kuasa telah melakukan hal besar bagiku," ia memuji (Lukas 1:49).
Jelas itu menimbulkan kekaguman dan tanggung jawab besar juga. Menyangkut
kesediaan untuk mengandung sebelum menikah dan membawa diri sendiri kepada malu
dan penderitaan, dipandang sebagai perempuan yang tidak bermoral. Bagi saya
kerendahan hati dan semangat Maria dalam penyerahan terhadap kelahiran anak
dara kontras dengan sikap pengritik-pengritik yang menyangkal hal itu.
Kita perlu kerendahan hati Maria. Ia menerima
tujuan Allah, berkata, "Jadilah padaku seperti yang kau katakan."
Tapi kecenderungan dari banyak orang sekarang ini adalah menolaknya karena itu
tidak sesuai dengan praanggapan mereka. Mereka yang menolak mujizat secara umum
dan kelahiran anak dara khususnya karena mereka percaya alam semesta berada
dalam suatu sistim tertentu, tidak tampak untuk melihat keganjilan dari
perintah Pencipta, apa yang Ia ijinkan terjadi dalam ciptaanNya sendiri.
Bukankah tidak ada lagi mode yang lebih baik untuk meneladani reaksi Maria dalam
ketaatannya akan jalan Allah?
Kita juga membutuhkan semangat Maria, Ia
sepenuhnya terbuka bagi Allah untuk memenuhi tujuanNya bahwa ia siap untuk
mengambil resiko noda dengan menjadi ibu yang tidak menikah, menjadi orang yang
disangka penjinah dan menanggung anak yang tidak sah. Ia menyerahkan
reputasinya kepada kehendak Allah. Kadang saya heran jika penyebab utama dari
begitu banyak teologi liberal adalah sarjana-sarjana yang lebih memperhatikan
mengenai reputasi mereka di bandingkan wahyu Allah. Lucu tampaknya untuk
menjadi naif dan cukup mudah percaya mengenai mujizat, mereka dicobai untuk
mengorbankan wahyu Allah di altar kehormatan mereka sendiri. Saya tidak
mengatakan bahwa mereka selalu berbuat demikian. Tapi saya merasa benar dalam
hal ini karena saya sendiri merasakan pencobaan ini. Tetapi jelas pengritik
akan menyeringai dan memperolok-olok, biarkan mereka. Apa yang terjadi adalah
kita membiarkan Allah menjadi Allah dan melakukan dengan caraNya, bahkan jika
bersama Maria kita menghadapi resiko kehilangan nama baik kita.