KERAJAAN ALLAH
PENDAHULUAN
“Bertobatlah
Kerajaan sorga telah datang” (Mat 4:17) adalah seruan yang disampaikan Yesus
diawal pelayanan-Nya. namun Ia pada mulanya tidak memberikan penjelasan tentang
apakah yang dimaksud dengan istilah “Kerajaan Sorga” tersebut. Nampaknya ada
anggapan bahwa para pendengar-Nya saat itu mengenal dengan jelas arti istilah
itu oleh karena konsep tentang Kerajaan ini merupakan bagian nubuatan yang
tercatat di dalam Perjanjian Lama, yaitu berkenaan dengan pemerintahan Allah;
bahwa Allah akan menegakkan kebenarannya di dalam setiap aspek dari pengalaman
manusia.
PENGERTIAN ISTILAH
Pada mulanya
konsep tentang Kerajaan Allah ini bersifat eskatologis yang dikaitkan dengan
Kerajaan Israel.
The Kingdom of God was still another basic topic of
Jesus teaching. Whereas this kingdom had traditionally been understood as a
future earthly reign of Christ which would be established by His dramatic
second coming[1]
Secara etimologi,
istilah “Kerajaan” baik di dalam bahasa Yunani basileia,
“Basileia”[2] yang berarti
tingkatan, kekuasaan, kedaulatan yang dimiliki seorang raja. Jadi suatu
basileia berarti suatu wilayah yang atasnya seorang raja menggunakan
kekuasaannya.[3] Jika kata ini
berarti “Kerajaan Allah”, maka artinya adalah pemerintahan Allah, kekuasaan
Allah, kedaulatan Allah dan bukan wilayah berlakunya pemerintahan itu.[4] Sementara itu di
dalam Perjanjian Lama, istilah yang dipakai adalah twklm,
“Malkuth” berarti “Kerajaan”, “pemerintahan”, “peraturan” menunjukkan
pengertian (1). “daerah kekuasaan sebuah Kerajaan” (Est 1:4), “pengangkatan ke
atas tahta” (Est 4:14), “masa pemerintahan” (Est 2:16).
Istilah lain yang
dipergunakan di dalam Perjanjian Lama adalah hklmam, “Mamlakah”
yang memiliki arti yang sama, namun arti dasarnya adalah daerah dan sekelompok
orang yang membentuk sebuah Kerajaan. Dalam kaitannya dengan Israel, istilah
ini secara khusus menunjuk Israel sebagai Kerajaan Allah (Kel 19:6 Bd: 2Sam
7:16; Yeh 37:22). juga menunjuk kepada seorang raja tertentu yang memerintah
sebuah Kerajaan (Bd: 1Sam 28:17).
Secara umum di
dalam Perjanjian Lama memberikan pengertian tentang “Kerajaan” ini sebagai
ekspresi dari peraturan pemerintahan dan kaitannya dengan seorang raja
tertentu, yaitu ditandai dengan adanya “tahta” (Ul 17:18), suatu kota
pemeritahan (1Sam 27:5). Perjanjian Lama sangat menekankan konsep pemerintahan
Allah ini; Tuhan memerintah sebagai Raja atas umat-Nya Israel (1Taw 29:11).
Dengan kemurahan-Nya Ia memerintah atas umat-Nya mulai dari Daud sampai kepada
masa pembuangan (2Taw 13:5).[5]
Basic to the thought of the kingdom of God,
therefore, is its Divine origination and operation, though it comes to earthly
and visible expression in the world. In redemption God may choose a people,
subdue them unto Himself, rule over them as their King, call them unto the
previleges of His rule and the duties of their high calling (Exodus 19:5-6;
1Peter 2:9-10).[6]
Ungkapan “Kerajaan
Sorga” di dalam pengharapan orang Yahudi sesudah pembuangan mengandung unsur
campur tangan Allah yang sungguh diharapkan Israel, untuk memulihkan
kebahagiaan umat-Nya dan membebaskannya dari kuasa musuh. Kedatangan Kerajaan
Allah adalah perspektif masa depan yang dipersiapkan oleh kedatangan Mesias
dalam meratakan jalan bagi Kerajaan Allah.[7]
Pemberitaan yang
disampaikan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus ini memberikan pengertian yang
universal dan menimbulkan kerinduan yang tinggi akan sejarah yang lama
dinanti-nantikan, yaitu campur tangan Allah untuk memulihkan segala sesuatu.
Berkhof memberikan pengertian tentang Kerajaan Allah sebagai pemerintahan Allah
yang ditetapkan dan diterima dalam hati orang berdosa melalui kuasa dan yang
melahirbarukan dari Roh Kudus yang menjamin mereka memperoleh berkat-berkat
keselamatan yang tidak terkirakan[8]. Jadi pengertian di sini lebih bersifat
spiritual dan tidak nampak. Yesus sendiri memegang konsep eskatologis ini dan
mengajarkan pengertian ini di dalam pengajaran-Nya, bahwa pernyataan Kerajaan
Allah itu bersifat spiritual dan memiliki karakter universal. Ia juga
mengajarkan konsep Kerajaan Allah ini berbeda dengan konsep yang diterima
sebelumnya oleh orang Yahudi dan mengkaitkannya dengan aspek masa kini dan
pengharapan akan berkat-berkatnya pada masa mendatang.[9]
Thema tentang
kedatangan Kerajaan sorga adalah inti kedatangan Yesus di dalam inkarnasi-Nya.
Kemudian datanglah Yesus orang Nazaret dengan membawa berita, “Bertobatlah
sebab Kerajaan Surga sudah dekat” (Mat 4:17). Bagaimana manusia dapat masuk ke
dalam Kerajaan Allah (Mat 5:20; 7:21). Karya-karya-Nya membuktikan bahwa
Kerajaan sorga sudah datang (Mat 12:28). Perumpamaan-perumpamaan yang
diajarkan-Nya memberikan gambaran tentang kebenaran Kerajaan sorga (Mat 13:11).
Doa yang diajarkan kepada para murid mengajarkan tentang pengharapan kedatangan
Kerajaan sorga (Mat 6:10). Pada malam sebelum kematian-Nya, Ia berjanji kepada
para murid bahwa Ia akan menikmati kebahagiaan dan persekutuan di dalam
Kerajaan itu bersama dengan mereka (Luk 22:29-30). Ia juga berjanji akan
membawa berkat Kerajaan itu kepada orang-orang yang bagi mereka semua itu telah
disediakan (Mat 25:31,34).
LATAR BELAKANG PERJANJIAN LAMA
Oleh karena konsep
tentang “Kerajaan Sorga” ini berkaitan dengan masa depan Israel, maka harus
ditelusuri terlebih dahulu hal apakah yang menjadi catatan di dalam Perjanjian
Lama, khususnya berkaitan dengan pengharapan umat Israel akan kedatangan Mesias
yang akan mentegakkan Kerajaan-Nya di dalam dunia ini.
Bagi orang Israel
makna “Kerajaan” ini mempunyai tempat yang penting sekali di dalam kehidupan
dan pengharapan mereka. Wawasan tentang hal ini dapat dilihat beberapa kali di
dalam berita Perjanjian Lama.[10] Berita tentang
“Kerajaan” ini juga menjadi tujuan pengajaran para nabi bahwa akan ada suatu
Kerajaan Ilahi di mana Allah dilukiskan sebagai Raja, baik atas Israel maupun
atas seluruh umat manusia (Kel 15:18; Ul 33:5; Yes 43:15; Yer 46:18).
Dwight Pantecost
membagi aspek Kerajaan Allah ini di dalam dua kategori, “eternal kingdom” dan
“theocratic kingdom”[11] Kerajaan yang
bersifat Teokratis ini dapat ditelusuri dari Taman Eden, periode pemerintahan
manusia di dalam masa Nuh, periode para Patriakh, Kerajaan di dalam masa
hakim-hakim, dan terakhir di dalam masa para nabi.[12] Melalui kitab
Yesaya terlihat konsep tentang Kerajaan ini, khususnya berkenaan dengan masa
depan Kerajaan yang berkaitan dengan Yerusalem dan dengan Yehuda. Misalnya (1).
di dalam pasal 4:2-4 menyatakan bahwa Allah akan hadir sebagai hakim pada
“hari-hari yang terakhir”. (2). Dalam kaitannya dengan kelahiran Kristus di
dalam pasal 9:6-7. Sekali lagi bagian ini menyatakan pemerintahan Allah yang
ada di dalam dunia yang ditandai dengan beberapa faktor, seorang anak akan
lahir; tahtanya akan disebutkan tahta Daud, pemerintahannya akan dijalankan
dengan keadilan dan kebenaran dan semuanya akan digenapi di dalam kuasa Allah.
(3). Pasal 11:1-9 adalah bagian yang sangat jelas mengungkapkan kedatangan
Kristus dan karakteristik dari pemerintahan-Nya di dalam dunia.
Demikian juga di
dalam kitab Yeremia terlihat adanya prediksi yang dilakukannya, bukan saja
akhir dari masa pembuangan setelah 70 tahun (Yer 29:10) melainkan juga
penggenapan restorasi Israel (Yer 23:5-8). Penggenapan nubuatan ini terjadi
pada saat kembalinya bangsa ini kepada tanah mereka dan juga di dalam
penegakkan kembali keadilan dan kebenaran oleh Allah yang sama yang pernah
membawa mereka keluar dari perbudakan di Mesir.
Sementara itu di
dalam kitab Yehezkiel, konsep “Kerajaan” digambarkan berkenaan dengan
penghakiman terhadap Israel pada masa kedatangan Kristus kembali dan hanya
mereka yang taat dan percaya kepada-Nya yang akan diselamatkan dan memasuki
tanah perjanjian. (Yeh 20:34-38, 42).
Meskipun berita
tentang Kerajaan Allah di dalam Perjanjian Lama pada hakekatnya yang persis
sulit untuk dijelaskan, namun memberikan kesan Kerajaan itu sudah ada dan juga
masih akan datang. Para nabi menyampaikan berita bahwa Allah memerintah
berdasarkan kedaulatan-Nya sendiri. Mereka juga memandang ke depan, yaitu pada
suatu masa di mana Allah memerintah di tengah umat-Nya dan hal ini menjadi
nyata bagi semua orang (Bd: Yes 24:23). Bahwa gagasan tentang pemulihan
Kerajaan Daud sebagai sarana yang digunakan Allah untuk tampil sebagai raja
Israel.
Penting juga untuk
diperhatikan di sini adalah konsep tentang Apokaliptik yaitu adanya jenis
kerajaan yang bersifat sorgawi. Dengan demikian ada dua berita, Kerajaan yang
bersifat fisik dan Kerajaan yang bersifat rohani (Bd: Dan 7).
Donald Guthrie
mengatakan bahwa keterangan tentang adanya kedua aspek ini menunjukkan bahwa
keduanya tidak dibeda-bedakan secara tajam. Masa antara Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru hanya mengembangkan gagasan yang bersifat ganda itu.[13] Nampaknya kedua
aspek ini saling bercampur satu sama lain. Pada masa ini keyakinan bahwa
Kerajaan Allah akan diwujudkan di bumi dikaitkan dengan sikap pesimis mengenai
pemulihan kerajaan Daud. Memang ada kecenderungan menempatkannya pada masa
mendatang karena mungkin sekali orang Yahudi hanya memikirkan tentang Kerajaan
yang diharapkan akan segera datang. Di sinilah pengertian pemberitaan Yohanes
pembaptis dapat dipahami.
"KERAJAAN ALLAH" DI DALAM PENGAJARAN TUHAN YESUS
Konsep tentang
Kerajaan Allah muncul di dalam pelayanan Tuhan Yesus berkaitan dengan
pengajaran di dalam Perjanjian Lama, secara khusus berkenaan dengan konsep
Apokaliptik Yudaisme. C.C. Caragounis mengatakan ada beberapa aspek penting di
dalamnya, yaitu bahwa konsep ini lebih kepada hal yang bersifat dinamis
daripada menunjuk kepada hal yang bersifat geografis, berhubungan dengan Anak
Manusia, tidak berkaitan dengan konsep perjanjian dan merupakan pengharapan di
masa mendatang.[14]
Di dalam Injil
Sinoptik, berita yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah bahwa Kerajaan Allah
itu sudah datang; bahwa janji Allah tentang Kerajaan-Nya ini sudah digenapi dan
harus ada suatu keputusan yang diambil.[15] Lebih lanjut
Caragounis mengatakan bahwa Kerajaan Allah ini dinyatakan di dalam dua hal,
(1). Inti utama dari pengajaran Tuhan Yesus dan (2). Dikonfirmasikan melalui
pekerjaan-pekerjaan-Nya yang ajaib (bd: Mat 4:23; 9:35). Komponen yang ketiga
dihubungkan dengan pribadi Tuhan Yesus sebagai Anak manusia.[16]
1. Tuntutan Kerajaan Allah
Di dalam
pengajaran-Nya Yesus mengungkapkan tentang pengharapan dan kondisi tentang
Kerajaan Allah. Ia mengajarkan bahwa hal memasuki Kerajaan tersebut diperlukan
pertobatan dan percaya kepada Injil Tuhan (Mat 4:17; Mrk 1:15). Di bagian lain,
Yesus mengatakan diperlukan iman seperti seorang anak kecil (Mat 18:3; Mrk
10:14). Perihal tentang Kerajaan Allah ini juga nampak sebagai hal yang sangat
radikal, misalnya diperlukan hati yang tidak bercabang dan hanya tertuju
kepada-Nya. Ia mengatakan bahwa mereka yang siap membajak tetapi menoleh ke
belakang, ia tidak layak untuk Kerajaan Allah (Luk 9:62); bahkan seseorang
harus mengorbankan semua yang dimilikinya, harta, keluarga, pernikahan (Mat
19:12; Mrk 10:21-27). Namun Yesus juga mengatakan bahwa semua orang yang
melakukan semua itu akan menerima balasan berkali lipat (Mrk 10:29-31).
2. Etika Kerajaan Allah
Etika Kerajaan
Allah dapat dikatakan sebagai tuntutan etika Allah sendiri terhadap setiap
orang yang telah ditetapkan-Nya untuk melakukan kehendak-Nya yang sempurna.
Pengajaran tentang etika Kerajaan Allah ini secara khusus diajarkan oleh Yesus
di atas bukit (Lih: Mat 5-7; Luk 6:17-49)[17]. Dan merupakan kesinambungan dari pengajaran tentang
etika di dalam Perjanjian Lama walaupun di dalamnya Ia juga memberikan berbagai
macam pengkoreksian dan penjelasan maksud yang sebenarnya dari setiap tuntutan
etika Allah terhadap umat-Nya. Hal ini ternyata dari perkataan-Nya, yaitu
ketika Ia mengatakan, “Kamu telah mendengarkan yang difirmankan kepada nenek
moyang kita … tetapi Aku berkata kepadamu … “ (Lih: Mat 5:21, 27, 31, 33, 38,
43, dsb).
Khotbah di bukit
ini merupakan “Didakhe” yang mengungkapkan standard kehidupan bagi orang-orang
percaya yang berada di dalam Kerajaan Allah, atau merupakan penjelasan Tuhan
Yesus tentang watak dari mereka yang sudah berada di dalam Kerajaan Allah dan
sekaligus merupakan keterangan sifat kesusilaan yang diharapkan dari mereka.
Jadi, Khotbah di Bukit lebih berarti “Intisari Kehidupan Kristen”.[18]
Isi dari Khotbah
di bukit yang diajarkan Tuhan Yesus ini bukanlah merupakan suatu peraturan yang
baru, melainkan suatu penegasan tentang dasar kehidupan etika dan pengaruhnya
di dalam kehidupan orang-orang yang berada di dalam Kerajaan Allah, yaitu
mereka yang telah mengalami penebusan-Nya. Penggenapan semua yang menjadi isi
Khotbah ini adalah sesuatu hal yang mungkin terjadi apabila Allah menjadi Raja,
“menjadi semua di dalam semua” di dalam kehidupan orang percaya (Bd: 1Kor
15:28).
3. Aspek Waktu Kerajaan Allah
Seperti disebutkan
di atas bahwa konsep tentang Kerajaan Allah merupakan inti pengajaran Tuhan
Yesus. Ia menggambarkan Kerajaan itu sudah datang dan dinyatakan di dalam diri
dan pekerjaan Tuhan Yesus sendiri. Inilah yang kerap dipahami sebagai aspek
masa kini Kerajaan Allah. Hal ini dapat terlihat dari mujizat yang dilakukan-Nya
sebagai bukti kedatangan Kerajaan Tuhan[19], misalnya dari pekerjaan Tuhan di dalam penyembuhan
orang yang kerasukan setan (Luk 11:20 bd: Mat 12:29), perbuatan ajaib berkenaan
dengan penggenapan nubuat, orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang
kusta ditahirkan, orang mati dibangkitkan, dan kabar kesukaan diberitakan
kepada orang miskin (Mat 11:2 dst; Luk 7:18 dst). Kerajaan Allah itu telah datang
di dalam Dia dan dengan Dia. Dialah “auto-basilea.”
Selain itu
ternyata konsep Kerajaan Allah ini juga memiliki aspek yang tersembunyi. Yesus
mengajarkan hal ini kepada para murid-Nya bahwa ada kemungkinan timbulnya
kekecewaan di dalam diri manusia dan pada akibatnya menolak Yesus oleh karena
berhadapan dengan aspek yang tersembunyi ini. Bahwa Kerajaan Allah itu sudah
datang di dalam diri Yesus adalah benar, namun belum mencapai penggenapannya
yang sempurna.
4. Problema “Ephthasen” (Mat 12:28;
Luk 11:20)
Di dalam Injil
Sinoptik ada dua ayat yang mengatakan bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan hal
ini ditandai dengan pekerjaan Tuhan Yesus mengusir setan dengan kuasa Roh
Allah. Permasalahan segera timbul berkenaan dengan pernyataan dan pelayanan
Tuhan Yesus yang lain yang dicatat di dalam Sinoptik, misalnya bagaimanakah
kaitannya dengan “sisa” kehidupan dan pelayanan Tuhan dan begaimana dengan
“kewajiban” Anak Manusia yang menyerahkan nyawanya untuk menjadi tebusan bagi
banyak orang? Apakah signifikasi kematian-Nya dan bagaimanakah Tuhan Yesus
menghubungkan antara kematian-Nya dengan konsep Kerajaan Allah tersebut.
5. Problema “Entos Hymon Estin” (Luk
17:21)
Ini adalah masalah
lain berkenaan dengan kehadiran Kerajaan Allah. Di dalam ayat ini Yesus sedang
menjawab pertanyaan para Farisi tentang kedatangan Kerajaan Allah; bahwa
perihal Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak
dapat mengatakan: ‘lihat ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya
Kerajaan Allah ada di antara kamu,’ (entos hymon estin). “Entos” berarti
“inside”, “within” Kata ini digabungkan dengan “hymon” dalam pengertian “di
tengah-tengah kamu”, “di dalam genggamanmu”, dsb. Penggunaan istilah ini oleh
Lukas nampaknya untuk mengkontraskannya dengan “meta paratereseos” (dengan
tanda-tanda yang dapat diamati),[20] maksudnya para
Farisi ketika melihat semua tanda-tanda yang dilakukan oleh Yesus akan bertanya
apakah Ia Mesias yang akan datang untuk mendirikan Kerajaan itu? Yesus menjawab
mereka bahwa hal itu bukanlah tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah dan mengajarkan
mereka jangan mengandalkan tanda-tanda itu untuk memberi kepastian. Geldenhuys
mengatakan bahwa ada dua alasan yaitu pertama, kedaulatan Allah bahwa hal
“telah datang” adalah di dalam diri Yesus Kristus berkenaan dengan
penyelamatan-Nya di mana Ia dikenal sebagai Mesias dan berkenaan dengan
penghakiman-Nya kepada mereka yang menolak-Nya. Kedua, bahwa kedatangan
Kerajaan-Nya bersifat tiba-tiba dan tidak diharapkan sehingga tidak ada
seorangpun yang dapat memperkirakannya secara tepat ketika saat itu tiba.[21]
PERUMPAMAAN TENTANG KERAJAAN ALLAH
Yesus juga
mengajar dengan menggunakan berbagai macam perumpamaan untuk melukiskan realita
Kerajaan Allah. Setiap perumpamaan melukiskan berbagai aspek yang berbeda dari
Kerajaan Allah itu, misalnya perumpamaan tentang seorang penabur melukiskan
tanggapan setiap orang terhadap berita tentang Kerajaan Allah (Mat 13:3-9; Mrk
4:3-9).
Di dalam
Perjanjian Baru ada tujuh buah perumpamaan yang menjelaskan arti realita,
karakteristik yang berbeda dan juga aspek-aspek yang berbeda dari Kerajaan
Allah. (1). Penabur dan Benih, (2). Musuh yang Menabur Lalang, (3). Biji
Sesawi, (4). Ragi, (5). Harta Terpendam, (6). Mutiara yang Indah dan (7).
PukatPerumpamaan pertama mengenai asal-usul Kerajaan, perumpamaan kedua sampai
ke tiga menggambarkan usaha dan keinginan Iblis untuk menghambat dan merintangi
pertumbuhan Kerajaan, perumpamaan kelima dan keenam menunjukkan sikap orang
yang mencari Kerajaan itu walaupun ada tipu muslihat Iblis dan perumpamaan
terakhir menggambarkan kesempurnaan Kerajaan itu. Kalau digabungkan maka semua
perumpamaan itu menunjuk kepada sifat, asal-usul, halangan dan kemenangan
pekerjaan Kristus dalam memberitakan Injil-Nya melalui pada utusan-Nya antara
waktu kedatangan-Nya yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kali.
1. Perumpamaan Benih dan Tanah
(Matius 13:1-23)
Perumpamaan ini
menekankan perihal bermacam-macamnya jenis hati orang dan reaksi mereka terhadap
firman, apakah akan menerima atau menolaknya. Boice memberikan pembagian hati
ini sebagai :
(1). Hati yang
keras yang ditandai dengan gambaran tanah yang keras). Tanah itu menjadi keras
karena terus-menerus terinjak orang sehingga benih yang jatuh di atasnya tidak
akan dapat masuk ke dalamnya. Kemudian datanglah burung-burung (yang
dibandingkan oleh Kristus sebagai Iblis atau pekerjaan jahat memakan benih
tersebut. Inilah gambaran dari hati yang menolak kebenaran firman yang
datang kepada mereka oleh karena dosa. Dosa mengakibatkan orang selalu menolak
kebenaran firman Tuhan, menolak kebenaran Allah.[22]
(2). Hati yang
dangkal yang digambarkan sebagai tanah yang tipis dan berbatu. Memang benih itu
masuk ke dalam tanah ketika ditaburkan, tetapi hanya sedikit saja. Benih itu
segera tumbuh, namun juga cepat layu kena panas matahari sebab tidak berakar.
Yesus menerangkan arti gambaran ini sebagai orang yang mendengar firman, segera
menerimanya tetapi tidak berakar dan hanya sebentar saja bertahan. Penindasan
dan penganiayaan akan firman akan mengakibatkan mereka murtad. Secepat mereka
percaya, secepat itu pulalah mereka murtad karena mereka sebenarnya tidak pernah
sungguh-sungguh dilahirkan kembali.
(3). Hati yang
terhimpit digambarkan sebagai benih yang terjatuh di antara semak duri. Inilah
gambaran dari orang yang telah mendengar firman lalu kekuatiran dunia dan tipu
daya kekayaan menghimpitnya firman itu sehingga tidak berbuah. Menarik sekali,
Yesus memberikan penjelasan tentang kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan
mempunyai kuasa untuk menghimpit kebenaran firman sehingga tidak berbuah
sebagaimana mestinya. Untuk masalah ini Yesus pernah memperingatkannya,
misalnya Ia mengatakan tentang sukarnya orang kaya masuk ke dalam Kerajaan
Sorga (Mat 19:23 bd: Mrk 10:25), celakalah mereka yang kaya (Luk 6:24).
Permintaan-Nya terhadap anak muda yang kaya untuk menjual hartanya dan
mengikuti Dia (Luk 18:23). Hal ini tidak berarti orang percaya tidak boleh
memiliki harta dan menjadi kaya, namun apakah kekayaannya itu mendominasi
sedemikian rupa sehingga menghimpit imannya kepada Tuhan.
(4). Hati yang
terbuka yang diibaratkan seperti tanah yang baik di mana benih yang jatuh akan
masuk, berakar dan bertumbuh di dalamnya sehingga berbuah seratus kali lipat,
enam puluh kali lipat, tiga puluh kali lipat (ay.23). Inilah gambaran dari
orang yang menerima firman dan menghasilkan buah rohani. Hanya hati yang
terbuka sajalah yang akan menerima faedah keuntungan pemberitaan Injil dan
diselamatkan.
2. Perumpamaan tentang Lalang (Matius
13:24-43)
Bagian ini
menggambarkan sikap musuh yang menabur benih lalang pada waktu malam hari di
ladang milik petani. Benih lalang itu tumbuh bersama dengan benih gandum
sehingga tidak dapat dibedakan sampai pada masa penuaian tiba. Benih lalang
akan dikumpulkan dan dibakar sementara benih gandum akan dituai dan dibawa ke
dalam lumbung.
Yesus sendiri
memberikan arti terhadap perumpamaan ini bahwa orang yang menabur benih yang
baik adalah Anak Manusia, ladang adalah dunia, musuh petani adalah Iblis.
Dengan kata lain, perumpamaan ini memberikan gambaran tentang perlawanan dari
Iblis yang aktif menentang perluasan Kerajaan Allah di bumi ini. Boice
mengatakan bahwa maksud perumpamaan ini semata-mata hendak memberitahukan bahwa
Iblis akan menyodorkan orang-orang (entah di dalam gereja atau di luar gereja)
yang menyerupai orang-orang Kristen sejati, tetapi bukan Kristen yang
sesungguhnya sehingga bahkan para hamba Allahpun tidak dapat membedakannya.[23] Dapat dikatakan
isi perumpamaan ini mirip juga dengan perumpamaan lain disampaikan-Nya -
walaupun tidak dijelaskan artinya - di dalam perumpamaan tentang biji sesawi
yang tumbuh menjadi pohon besar dan tentang ragi yang dicampurkan ke dalam
adonan.
3. Perumpamaan Biji Sesawi dan Ragi
(Matius 13:31-33)
Kedua perumpamaan
ini mempunyai kaitan yang sangat erat dan melukiskan perkembangan dan
pertumbuhan Kerajaan Allah sampai pada waktunya akan memenuhi seluruh dunia dan
kaitannya dengan pekerjaan Iblis. Perumpamaan tentang Biji Sesawi mengajarkan
bahwa Kerajaan Allah dimulai dari sesuatu yang kecil yang kemudian bertumbuh
menjadi besar sementara perumpamaan tentang ragi mengajarkan pengaruh dari
Kerajaan Allah yang bekerja secara diam-diam namun pasti.[24]
Ada banyak penafsiran
terhadap perumpamaan ini, misalnya jika dikaitkan dengan beberapa pandangan
tentang Eskatologi, baik itu Postmillenium maupun Amillenium menyatakan bahwa
pada akhirnya Kerajaan Allah akan mencapai kemenangannya di bumi, yaitu pada
saat kedatangan Tuhan Yesus kali yang kedua.
Sementara itu Arno
C. Gaebelein mengemukakan hal yang lain lagi. Ia mengatakan bahwa perumpamaan
ini menerangkan tentang perluasan yang aneh dan berbahaya serta bersifat
birokratis dari gereja dan pekerjaan Iblis yang merongrong seperti ragi. Ia
mengatakan, “Semua perumpamaan ini memperlihatkan pertumbuhan kejahatan dan
merupakan nubuatan untuk seluruh zaman di mana kita hidup.[25]
Penulis sendiri
lebih menyetujui pandangan dari James M. Boice. Ia mengatakan bahwa kedua
perumpamaan ini menyatakan pekerjaan Iblis dengan beberapa alasan:
(1). Pertumbuhan
biji sesawi menjadi pohon adalah tidak wajar karena seharusnya biji ini bertumbuh
menjadi semak-semak. Jadi di sini Kristus sedang berbicara tentang pertumbuhan
yang aneh dari biji sesawi dan para pendengar-Nya akan segera menyadari ada
yang tidak beres di sini.
(2). Konteks
Matius 13 menggambarkan burung disamakan dengan Iblis atau pekerjaan jahat
sehingga mengubahnya menjadi hal yang sebaliknya menunjukkan
ketidak-konsistenan mengerti konteks. Boice mengatakan, “… benar-benar aneh
apabila suatu unsur (burung-burung) yang melambangkan si jahat pada permulaan
pasal ini akan berubah artinya sama sekali pada hanya tiga belas ayat
sesudahnya”.
(3). Di dalam
Perjanjian Lama, ragi adalah gambaran kejahatan. Di dalam hukum orang Israel
ragi tidak boleh ada pada korban yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan
dibakar. Pada waktu hari raya roti tidak beragi, setiap orang Yahudi yang setia
harus memeriksa rumahnya kalau-kalau ada ragi dan memusnahkannya. Yesuspun
berbicara tentang bahaya ragi orang Farisi dan Saduki yang berarti pengaruh
jahat mereka (Mat 16:12; Mrk 8:15).[26] Jadi ragi di sini
sebenarnya memberikan arti simbolis segala sesuatu yang jahat daripada yang
baik sehingga bagaimana pengertian ini dimengerti sebaliknya.
4. Perumpamaan Harta Terpendam &
Mutiara
Perumpamaan ini
bermaksud mengungkapkan cara kerja Allah di dalam hati seseorang atau
menguraikan jenis orang yang telah dihidupkan di dalam Kristus. Di dalam kedua
perumpamaan ini mengungkapkan sikap dan tindakan kedua orang yang menemukan
harta berharga, baik orang yang menemukan harta terpendam maupun pedagang yang
menemukan mutiara. Meskipun demikian terdapat kontras pula di antara keduanya.
Orang yang menemukan harta terpendam jelas tidak mencarinya. Penemuannya secara
kebetulan. Yesaya telah memberikan gambaran tentang orang semacam ini ketika ia
berkata, “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak
menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku”
(65:1). Di dalam kasus si pedagang, penemuan mutiara itu adalah hasil pencarian
yang lama dan terus menerus. Orang semacam ini dikatakan oleh Tuhan Yesus
ketika Ia berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu
akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Mat 7:7).
Kedua perumpamaan
ini menyatakan perihal mengejar yang berharga. Kedua orang di dalam perumpamaan
ini menyadari nilai dari harta yang ditemukannya dan kemudian memutuskan untuk
memilikinya. Mereka menjual segala kepunyaannya untuk membeli harta tersebut
dan pada akhirnya mereka mendapatkannya.
5. Perumpamaan tentang Pukat
Di dalam
perumpamaan ini juga terdapat prinsip pengumpulan dan pemisahan - antara ikan
yang baik dan yang buruk. Kelihatannya perumpamaan ini berisi pengulangan
berita dari perumpamaan yang sebelumnya, misalnya dengan perumpamaan lalang dan
gandum. Namun jika diteliti perumpamaan ini memiliki kekhususan, yaitu adanya
pemisahan antara ikan yang baik dan yang buruk, orang yang benar dari orang
yang jahat dan penderitaan mereka yang dicampakkan ke dalam dapur api. Dengan
kata lain, perumpamaan ini merupakan peringatan kepada orang-orang jahat, bahwa
demikianlah kelak nasib mereka.
Ada tiga fakta
penting tentang pemisahan di dalam perumpamaan ini :
(1). Pemisahan ini
bersifat mutlak. Allah sendiri yang menetapkan untuk mengadakan pemisahan ini;
bahwa orang yang tidak percaya kepada-Nya akan berhadapan dengan
penghakiman-Nya dan mereka yang percaya kepada-Nya akan menerima kebahagiaan
bersama dengan-Nya di dalam kekekalan.
(2). Pemisahan ini
bersifat ‘diputuskan terlebih dahulu’ dalam arti dasar keputusan ini sudah
diletakkan di bumi, apakah seseorang percaya memutuskan percaya kepada Kristus
atau justru mengesampingkannya.
(3). Pemisahan
bersifat permanen. Ketika ketetapan pemisahan ini dilakukan - apakah pemisahan
ikan yang baik dan membuang yang tidak baik atau mengumpulkan lalang dan
membakarnya - tidak akan ada perubahan di dalamnya.
KONSEP KERAJAAN ALLAH DI DALAM KITAB-KITAB INJIL
Sekarang akan
dibahas secara khusus konsep tentang Kerajaan Allah ini di dalam berita setiap
para penulis Injil. Pengajaran Tuhan Yesus yang penting di dalam Kitab-kitab
Injil adalah Ia menekankan perihal Kerajaan Allah dan hal ini berkaitan dengan
tujuan misi Yesus.
1. Injil Matius
Matius menuliskan
Injilnya ini kurang lebih tahun 60 AD. Ia tidak menggunakan istilah “Kerajaan
Allah”, melainkan “Kerajaan Sorga”. Hal ini berkaitan dengan tujuan atau alamat
Injil ini ditujukan, yaitu kepada orang Yahudi. Mereka sangat menghargai dan menghormati
nama “Allah” (YHWH) sehingga istilah ini diganti dengan “Sorga” namun tidak
mengurangi arti yang dimaksud.
Matius mencatat
khotbah Yohanes yang menyerukan “Kerajaan Sorga sudah dekat!” tanpa harus
menjelaskannya lebih lanjut oleh karena para pendengarnya sudah mengetahui
dengan jelas apakah yang dimaksudkannya, yaitu tentang Kerajaan Mesias
sebagaimana yang dijanjikan di dalam Perjanjian Lama. Bahwa semua nubuatan
kedatangan Kerajaan yang kelihatan yang diperintah oleh Mesias yang duduk di atas
takhta Daud. Ia akan memerintah atas bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa bukan
Yahudi. Bahwa Kerajaan ini milik orang miskin di hadapan Allah yang dianiaya
oleh sebab kebenaran, yang menaati semua hukum Tuhan, yang melaksanakan
kehendak Allah, yang mencari kebenaran Tuhan (Mat 5:3,10,19,20; 6:10,33; 7:21).
Dengan kata lain, Kerajaan Mesias ini akan meliputi seluruh dunia dan merupakan
suatu kenyataan yang dapat dilihat oleh mata. Jadi bukanlah merupakan kerajaan
yang bersifat rohani.
Berita tentang
Kerajaan ini mulai diberitakan oleh Yohanes dan kemudian diajarkan Tuhan Yesus.
Ia mulai membuktikan Diri-Nya sebagai Mesias yang dinanti-nantikan mereka
melalui sejumlah perbuatan mujizat yang dilakukan-Nya. Meskipun banyak orang
menjadi takjub dan menyambut pengajaran serta perbuatan mujizat itu, Tuhan
Yesus berkata tentang mereka, “Hati bangsa ini telah menebal” (Mat 13:15). Di
bagian lain Ia berkata, “Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu …
tetapi kamu tidak mau (Mat 23:37). Orang Israel tidak mau menerima dan bahkan
menolak Kerajaan yang diberitakan Yesus dan pada akhirnya menyalibkan Dia. Para
pemimpin Yahudi berseru di waktu huru-hara penyaliban, “Biarlah darah-Nya
ditanggungkan atas kami dan anak-anak kami!” (Mat 27:25).
Kerajaan Sorga di
dalam Injil ini bersifat lahir, dapat terlihat dan akan terjadi di dunia ini
pada masa yang akan datang. Ketika malaikat memberitakan kelahiran Yesus, ia
mengatakan “Tuhan akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya
(Luk 1:32). Semua ini akan menjadi kenyataan yang pasti pada saat
kedatangan-Nya yang kedua kelak, Ia akan menaiki takhta itu. Jadi hal ini tidak
dapat diartikan secara rohani.
2. Injil Markus
Di dalam Injil
Markus menyatakan berita Tuhan Yesus tentang Kerajaan Allah yang dikaitkan dengan
berita Injil dan aspek waktu, “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah
dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” (1:15). Di dalam struktur
Markus, berita ini menunjukkan proklamasi Kerajaan Allah yang menjadi inti
khotbah Yesus. Inilah seruan tentang penggenapan kedatangan Kerajaan Allah.
Walaupun masih dimengerti di dalam aspek masa mendatang, digambarkan juga
sebagai sudah dekat dan bahkan sudah datang.
Markus pasal 4
secara khusus menunjukkan pengajaran yang bersifat parabolik tentang misteri
Kerajaan Allah kepada para murid-Nya. Mereka dimungkinkan untuk memahami
misteri tersebut dan hal ini tidak akan dialami mereka yang bukan menjadi
murid-Nya (4:11). Kerajaan Allah digambarkan sebagai benih yang ditaburkan dan
bertumbuh secara perlahan (4:26). Di dalam pasal 9:1, Kerajaan Allah
digambarkan bersifat segera akan datang dan akan diwujudkan dalam generasi saat
itu. Pasal 9:47 menerangkan tentang berbagai macam penolakkan, dan kepentingan
memasuki Kerajaan Allah dengan berbagai tuntutannya. Memasuki Kerajaan Allah
disamakan dengan memasuki kehidupan (9:43-44). Pasal 10:14 Yesus mengatakan
bahwa anak-anak kecil adalah yang empunya Kerajaan Allah. Dengan kata lain,
untuk memasuki Kerajaan Allah diperlukan iman seperti anak kecil (10:15). Mengasihi
semua yang dimiliki merupakan hambatan memasuki Kerajaan Allah yang menuntut
adanya pengorbanan segala sesuatu (10:23-25).
Di dalam Perjamuan
terakhir (14:25), konsep tentang Kerajaan Allah bersifat Eskatologis.
Caragounis mengatakan bahwa di dalam pengertian orang Yahudi, gambaran tentang
Yesus, bahwa Ia akan menderita bagi milik kepunyaan-Nya. Di dalam bagian
terakhir Injil ini dikisahkan tentang Yusuf dari Arimathea yang menanti
kedatangan Kerajaan Allah di dalam pengertian penantian pengharapan Israel akan
kedatangan Mesias yang akan memerintah di dalamnya.
3. Injil Lukas
Berita tentang
Kerajaan Allah pertama kali muncul di dalam pasal 1:33, yaitu pada saat berita
yang disampaikan malaikat kepada Maria bahwa Anak yang sedang dikandungnya pada
saatnya akan menduduki takhta Daud dan Ia akan memerintah untuk selamanya
sebagai Mesias. Selanjutnya konsep tentang Kerajaan ini dihubungkan dengan
pelayanan Tuhan Yesus (4:43), yaitu pada saat Ia menyatakan bahwa Ia harus
memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Ia diutus. Hal yang sama
juga dicatat oleh Lukas di dalam pasal 8:1.
Catatan tentang
Khotbah di Bukit tentang Kerajaan Allah yang disampaikan oleh Tuhan Yesus juga
tidak luput dari perhatian Lukas (6:20). Tuhan Yesus juga berbicara tentang
siapakah yang besar di dalam Kerajaan Allah ketika berbicara tentang Yohanes
Pembaptis (7:28). Demikian juga tentang misteri Kerajaan Allah yang hanya
diberikan kepada para murid dan kepada yang lainnya diberitakan di dalam
perumpamaan (8:10).
Hal yang perlu
mendapatkan perhatian juga di sini adalah Lukas menghubungkan kematian Anak
Manusia dengan kedatangan Kerajaan Allah dan bahkan ada di antara mereka yang
ada pada saat itu tidak akan mati sebelum mereka melihat Kerajaan itu (9:27).
Hal ini menyatakan konsep kekinian Kerajaan tersebut. Di dalam bagian lain,
Yesus memberikan penegasan yang bersifat perintah untuk memberitakan Kerajaan
Allah di mana-mana (9:60) dan setiap orang yang menoleh ke belakang, tidak
layak untuk Kerajaan Allah itu (9:62). Kedatangan Kerajaan Allah ini
digambarkankan di dalam doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada para
murid-Nya (11:2).
Perihal Kerajaan
Allah ini juga mempengaruhi aspek kehidupan dan harus mendapatkan prioritas
utama dan Allah akan menambahkan semua yang diperlukan (12:31). Selain itu
Lukas juga memberikan penjelasan bahwa Kerajaan Allah ini tidak berkaitan
dengan hal yang bersifat fisik, melainkan pada penerimaan terhadap keadaan dari
Kerajaan tersebut. Mereka yang ingin masuk ke dalamnya harus berjuang memasuki
pintu yang sempit dari Kerajaan ini (13:23-29).
Lukas juga
memberikan perhatian kepada pelayanan Yohanes Pembaptis yang menandai permulaan
masa yang membedakan antara hukum Taurat dan para rasul. Ini adalah masa
pemberitaan tentang Kerajaan Allah itu (16:16). Hal ini berarti tidak
membicarakan Kerajaan Allah ini di dalam pengertian eskatologis, melainkan
menyatakan bahwa Kerajaan Allah itu ada di antara mereka (17:21). Kerajaan
Allah harus diterima dengan iman seperti seorang anak kecil (18:17). Mereka
yang mengandalkan kekayaannya tidak akan dapat memasuki Kerajaan itu (18:24-25
bd: 22-26).
Kerajaan Allah di
dalam bentuk masa depan dijanjikan Yesus di dalam peristiwa Perjamuan Terakhir,
bahwa Ia tidak akan minum lagi dari pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah
datang (22:17). Hak-hak mengenai Kerajaan itu ditentukan oleh Yesus sendiri
seperti yang diberikan atau ditentukan Bapa kepada-Nya (22:29-30). Konteks
pembicaraan di sini bersifat Eskatologis.
Pada akhirnya,
ketika Yesus berada di atas salib, salah seorang pencuri yang dihukum
bersama-Nya mengatakan agar Yesus mengingat dia pada saat datang kembali
sebagai Raja (23:42) dan Yusuf dari Arimathea disebutkan Lukas sebagai orang
yang menanti-nantikan kedatangan Kerajaan itu (23:51).
4. Injil Yohanes
Di dalam Injil
Yohanes, konsep tentang Kerajaan Allah tidak menjadi perhatian utama dan
signifikan. Yohanes lebih banyak membicarakan perihal “Kehidupan Kekal” atau
tentang “Kehidupan”. “Kehidupan kekal” dan “Kerajaan Allah” merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sebab ekuivalensinya dibuktikan
dengan digunakannya kedua istilah ini saling bergantian di dalam Injil-injil
Sinoptik.[27] Selain itu
penggunaan istilah “Kerajaan Allah” juga di hindari oleh Yohanes nampaknya oleh
karena ia menghindari kaitan istilah ini dengan pengharapan eskatologis dan
juga oleh karena tujuan penulisan Injilnya ini adalah bagi pembaca non-Yahudi.
Meskipun demikian,
tidak berarti istilah ini tidak muncul di dalamnya. Konsep ini muncul pada
percakapan Tuhan Yesus dengan Nikodemus di dalam pasal 3 walaupun dengan
penekanan kepada perihal kelahiran kembali lebih daripada kepada Kerajaan
Allah. Kelahiran kembali menjadi syarat yang utama memasuki Kerajaan Allah.
Istilah ini juga muncul di dalam percakapan Tuhan Yesus dengan Pilatus di dalam
pasal 18, yaitu pada saat Pilatus bertanya kepada-Nya, “Apakah Engkau Raja
orang Israel?” (18:33). Jawaban Yesus, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini” lebih
kepada usaha menunjukkan konsep “Kerajaan” yang diajarkan-Nya hanya mempunyai
arti yang kecil saja dalam hubungannya dengan pengharapan orang Yahudi.
Peristiwa penolakan, penghukuman terhadap Tuhan Yesus pada akhirnya menunjukkan
kekecewaan orang Yahudi oleh karena penolakan Tuhan Yesus untuk menerima konsep
tentang Mesias yang dimengerti mereka secara nasional dan politik yang mereka
pahami dan harapkan terwujud selama ini.
KESIMPULAN
Di dalam
pengajaran-Nya, Tuhan Yesus mengubah dan menjelaskan konsep tentang “Kerajaan
Allah” ini sebagaimana yang dipahami orang Yahudi berdasarkan pengertian mereka
dari Perjanjian Lama, bahwa Kerajaan Allah ini berhubungan dengan pengharapan
mereka akan kedatangan Mesias yang akan menegakkan Kerajaan-Nya di dalam dunia
ini. Mesias ini akan menjadi Raja dan memerintah atas mereka dan atas seluruh
bangsa di dunia.
Yesus memang
menggunakan dasar Perjanjian Lama ini untuk mengajarkan tentang Kerajaan Allah
tersebut; bahwa Kerajaan Allah memang memiliki aspek fisik yang penggenapannya
pada akhir jaman kelak, namun yang menjadi inti pemberitaan-Nya lebih kepada
pemerintahan Allah, di mana di dalamnya Allah menjadi raja secara
spiritual di dalam diri setiap orang yang percaya. Dengan kata lain pemberitaan
dan pengajaran Tuhan Yesus tentang hal ini lebih kepada perihal kebenaran,
keadilan, kebahagiaan, kebebasan dari dosa dan pemulihan hubungan seseorang
dengan Allah daripada pengharapan yang bersifat nasionalistik dan universal
sebagaimana yang dipahami orang Yahudi selama ini.
Gereja pada saat
ini memiliki mandat memberitakan “Kerajaan Allah” di dalam kehidupannya dengan
pengertian sebagaimana yang dimaksud dan dijelaskan oleh Tuhan Yesus, yaitu
berkenaan dengan “Kehidupan kekal” dan “Keselamatan”. Inti utama ini yang harus
dipertahankan walaupun di dalam pemberitaannya mempertimbangkan aspek dinamika
perkembangan jaman (baca: “Kontekstualisasi”).
KEPUSTAKAAN
Berkhof, Louis. Sistematika Teologia, Doktrin Gereja. Jakarta: LRII, 1997.
Boice, James M. Perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus. Surabaya: Yakin
Caragounis, C.C. “The Kingdom of God” Dictionary of Jesus and
the Gospel,
Ed. Joel B. Green, Scott McKnight, I Howard Marshal. Intervarsity Press.
Erickson, Millard J. Christian Theology. Grand Rapids,
Michigan: Baker Book House, 1985.
Gaebelein, Arno C. The Gospel of Matthew: An Exposition. New York: Loizeaux,
1910.
Geldenhuys, Norval, NICNT, The Gospel of Luke, Grand Rapids, M.I.:
Eerdmans, 1993.
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru, Jilid 2. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 1992.
Ladd, George Eldon, Injil Kerajaan, Malang: Gandum Mas
1994.
McLean, John A. “Did Jesus Correct the Disciples View of
the Kingdom?”. Bibliotheca Sacra Vol.151 No.602
(April-June 1994).
Ridderbos, H.N. “Kerajaan Allah” Ensiklopedia Masa
Kini, Jakarta: OMF
Saucy, Robert L. “The Presence of the Kingdom and the Life
of the Church”. Bibliotheca Sacra Vol.145 No. 577
(Januari-Maret 1988), hal. 30-46.
Saucy, Mark R. “Miracles and Jesus Proclamation of the
Kingdom of God”. Bibliotheca Sacra 153 (July-September
1996) hal.281-307.
Stott, John. Khotbah di Bukit. Jilid I. Jakarta:
Yayasan Bina Kasih/OMF.
Taylor, William M. The Parables of Our Saviour Expounded and
Illustrated.
New York: A.C. Armstrong and Son.
Vine, W.E. The Expanded Vine’s Expository Dictionary
of New Testament Words. Minneapolis: Bethany House Pub
______. “Kingdom”, Expository Dictionary of Old and New
Testament Words Ed. F.F. Bruce. New Jersey, Fleming H.
Revell, Co, 1981.
______. “Kingdom” Expository Dictionary of Biblical Words Ed. W.E. Vine, Merril F.
Unger, William White Jr. Nashville: Thomas Nelson Pub, 1985.
Walvoord, John F. “The New Testament Doctrine of the
Kingdom”,
Part 3 of Interpreting Prophecy Today. Bibliotheca Sacra 139 (July-September
1982), p.205-215.
Walvoord, John F. “The Old Testament Doctrine of the
Kingdom”,
Part 2 of Interpreting Prophecy Today. Bibliotheca Sacra 139 (April-July 1982),
p.111-128.
Zorn, Raymond O. Church and Kingdom. Philadephia:
Presbyterian & Reformed Pub, 1962.
[1] Millard
J. Erickson, Christian Theology (Grand Rapids, M.I.: Baker Book, 1985), hal.
1156.
[2] Istilah
“Basileia”, Basileia di dalam bentuk yang abstrak menunjukkan konsep tentang
kedaulatan, kekuasaan raja, dominasi (Why 17:18) dan secara kongkrit menunjuk
kepada daerah kekuasaan atau orang-orang yang berada di bawah kekuasaan raja
tertentu (Mat 4:8; Mrk 3:24). Vine’s, “Kingdom”, Expository
Dictionary of Old and New Testament Words Ed. F.F. Bruce
(New Jersey, Fleming H. Revell, Co, 1981), hal. 294.
[3] Di
dalam Perjanjian Lama misalnya dalam arti “Pemerintahan raja” yaitu di dalam
Ezra 4:5; 8:1, 2Taw 12:1; Dan 8:23; Yer 49:34; 2Taw 11:17; 12:1; Neh 12:22,
dsb.
[4] George
Eldon Ladd, Injil Kerajaan (Malang: Gandum Mas, 1994) hal. 21. Lihat juga:
Raymond O. Zorn, Church and Kingdom (Presbyterian & Reformed Pub, 1962)
hal. 1.
[5] Vine’s
“Kingdom” Expository Dictionary of Biblical Words Ed. W.E. Vine,
Merril F. Unger, William White Jr. (Nashville: Thomas Nelson Pub, 1985), hal.
129.
[6] George
Eldon Ladd, Ibid, hal.2
[7] H.R,
“Raja, Kerajaan Allah, Kerajaan Sorga”, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, Jilid II,
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1995), hal. 294.
[8] Louis
Berkhof, Sistimatika Teologia, Doktrin Gereja (Jakarta: LRII, 1997) hal. 32.
[9] Pada
masa bapak-bapak gereja konsep Kerajaan Allah ini dimengerti sebagai kebaikan
terbesar yang bersifat masa mendatang yaitu berkenaan dengan tujuan dari perkembangan
gereja. Ada pula yang menganggap konsep ini sebagai pemerintahan milenial dari
Mesias pada masa akan datang. Sementara itu Gereja Roma Katolik
menghubungkannya dengan institusi hirarkhis. Para Reformator berusaha
mengembalikan pandangan ini dengan mengatakan bahwa sebenarnya Kerajaan Allah
itu sama dengan gereja yang tidak nampak. Lihat: Louis Berkhof, Sistimatika
Teologia, hal.33.
[10] Misalnya
di dalam Mazmur 103:19; 145:11-13 Bd: 1Tawarikh 29:11; Mazmur 22:28; Daniel
4:3; Obaja 21.
[11] J.
Dwight Pantecots, Things to Come (Grand Rapids: Zondervan, 1958) hal.427-445.
[12] Problematika
yang timbul di dalam pembagian di sini terletak pada masa para nabi. Pada
umumnya bentuk pemeritahan teokratis berawal dari Saul kemudian Daud, Salomo dan
yang lainnya. Selain itu pertanyaan lain adalah apakah bentuk Kerajaan ini
bersifat teokratis, politik dan berada di bumi ini? Dapat dikatakan inilah yang
menjadi ketegangan di dalam penafsiran eskatologi antara pandangan Premilenium
dan Amilenium. John F. Walvoord, “The Kingdom of God in the Old Testament”. Bibliotheca Sacra 139 (April-June
1982), hal.111-112.
[13] Donald
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, Jilid 2, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1992),
hal.24.
[14] C.C.
Caragounis, “Kingdom of God/Heaven”. Dictionary of
Jesus and the Gospel, (Downers Grove:
Intervarsity Press, 1992), hal.420.
[15] Hal
ini akan dibahas secara khusus di bawah, “Kerajaan Allah” di dalam Kitab-kitab
Injil.
[16] C.C.
Caragounis, Ibid, hal 424.
[17] John
Stott mengatakan bahwa Khotbah di Bukit ini merupakan intisari pengajaran Tuhan
Yesus. Setiap orang Kristen dibuatnya tertarik kepada kebaikan, menjadi malu
karena membayangkan betapa kumuh dan tidak memadai penampilan mereka dan
memimpikan tentang suatu dunia yang lebih baik. Khotbah ini adalah lukisan yang
diberikan-Nya tentang semua hal yang harus dilakukan setiap orang Kristen dan
yang harus menjadi kenyataan di dalam kehidupan dan keberadaan mereka. John
Stott, Khotbah di Bukit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih), hal. 11 dan
13.
[18] Penegasan
ini timbul oleh karena adanya penafsiran yang mengatakan bahwa Khotbah di Bukit
ini merupakan pesan kekristenan terhadap dunia kafir; merupakan “kabar baik”
bagi setiap orang supaya dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. R.H. Mounce,
“Khotbah di Bukit”, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF), hal.
555.
[19] Hal
mujizat dan natur dari Kerajaan Allah sangat dekat sekali. Marc R. Saucy
mengatakan bahwa demonstrasi pekerjaan Yesus yang bersifat mujizat ini tidak
dapat dilepaskan dari proklamasi-Nya tentang Kerajaan Allah itu sendiri. Itulah
sebabnya, sama seperti cerita tentang perumpamaan, mujizat mempunyai peran yang
bersifat revelasi di dalam pelayanan Tuhan Yesus dan gereja mula-mula. Marc R.
Saucy, “Miracles and Jesus Proclamation of the Kingdom of God”, Bibliotheca Sacra
153 (July-September 1996), hal. 285.
[20] Istilah
“entos” ini adalah kata keterangan (adverb) yang menunjukkan ‘di dalam’ atau
‘di antara’. Terjemahan lain: “in the midst of”; Kerajaan Allah tida ada di
dalam hati para Farisi. Lihat: W.E. Vine, The Expanded Vine’s Expository
Dictionary of New Testament Words (Minneapolis: Bethany House Pub), hal.593 dan
1236. Penggabungan dengan arti tersebut dengan dasar apakah memang “estin” itu
dimengerti, baik oleh para Farisi maupun mereka yang ‘mengikuti’ Yesus
mempunyai signifikansi masa depan, Kerajaan Allah akan tiba-tiba berada di
antara kamu. Penggunaan kata yang berarti “ada di antara kamu” muncul banyak
kali di dalam tulisan Lukas, baik di dalam Injilnya maupun Kisah Para Rasul,
namun ekspresi yang dipakainya adalah “en (toi) meso hymon” dan tidak pernah
menggunakan “entos”. Jadi di dalam ayat ini, ia menggunakan istilah tersebut
dengan tujuan mengkontraskan dengan konsep apokaliptik orang Yahudi tentang
kedatangan Kerajaan Allah. C.C. Caragounis, ibid, hal. 423.
[21] Norval
Geldenhuys, NICNT, The Gospel of Luke (Grand Rapids, M.I.: Eerdmans, 1993),
hal. 440.
[22] Paulus
menjelaskan orang semacam ini di dalam Roma 1:18-20, yaitu mereka yang menindas
kebenaran tentang Allah yang dapat diketahui dari ciptaan-Nya dan akibatnya
jatuh di dalam kebodohan rohani dan kebejatan moral (ay.21-31), dan lambat laun
tidak saja melakukan dosa melainkan setuju terhadap perbuatan dosa dengan
mereka yang melakukannya (ay.32). Dosa menyebabkan orang menolak Allah dan
kebenarannya dan akan membawanya kepada dosa yang lebih besar lagi. Penolakkan
ini disebabkan oleh perlawanan yang disengaja terhadap sifat Allah sendiri yang
oleh Paulus disebut sebagai “kefasikan dan kelaliman” (Rm 1:18).
[23] James
M. Boice, Perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus (Surabaya: Yakin), hal. 22
[24] William
M. Taylor memberikan catatan terhadap perumpamaan ini dengan mengatakan bahwa
suatu hasil besar dari permulaan kecil, suatu pertumbuhan besar dari benih
kecil. Itulah pokok perumpamaan ini, dan tentang hal itu Tuhan menyatakan bahwa
Kerajaan sorga di bumi adalah sebuah contohnya. William M. Taylor, The Parables
of Our Saviour Expounded and Illustrated (New York: A.C. Armstrong and Son)
hal. 55, 60-61.
[25] Arno
C. Gaebelein, The Gospel of Matthew: An Exposition (New York: Loizeaux, 1910),
hal. 292.
[26] Paulus
juga memberikan pengertian yang sama ketika ia menguraikan penyimpangan
kebenaran Injil sebagai rayuan Iblis, sambil menambahkan bahwa orang-orang
percaya mesti waspada karena “sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan”
(Gal 5:9 bd: 1Kor 5:6).
[27] Misalnya
Matius 10:17-30; 25: 31-46; Mrk 9:43-47